Kamis, 19 Oktober 2017

ANTIHISTAMIN

ANTIHISTAMIN

HUBUNGAN STRUKTUR AKTIFITAS OBAT ANTIHISTAMIN



A. HISTAMIN
Adalah senyawa normal yang ada di dalam jaringan tubuh, yaitu pada jaringan sel mast dan peredaran basofil, yang bberperan terhadap beberapa fisiologis penting. Histamine dikelurakan dari tempat pengikatan ion pada pengikatan komplek heparin-protein dalam sel mast, sebagai hasil reaksi antigen-antibodi, bila ada rangsangan senyawa allergen. Senyawa ini dapat berupa spora, debu rumah, sinar ultraviolet, cuaca, racun, tripsin, dan enzim, zat makanan, obat, dan beberapa turunan amin. Histamine dapat dimetabolisis melalui reaksi oksidasi, N-metilasi, dan aseilasi.

Histamin menimbulkan efek yang bervariasi pada beberapa organ, antara lain yaitu :
1. Vasodilatasi kapiler sehingga permeable terhadap permeable terhadap cincin dan plasma protein sehingga menyebabkan sembab, rasa gatal, dermatitis, urtikaria.
2. Merangsang sekresiasam lambung sehingga menyebabkan tukak lambung.
3. Meningkatkan sekresi kelenjar
4. Meningkatkan sekresi otot polos bronkus dan usus
5. Mempercepat kerja jantung
6. Menghambat kontraksi uterus

Histamin adalah mediator kimia yang dikelurakan pada fenomena alergi, penderita yang sensitive terhadap histamine atau mudah terkena alergi dikarenakan jumlah enzim-enzim yang dapat merusak histamine di tubuh, seperti histaminases dan aminooksidase, lebih rendah dari normal. Histamine tidak digunakan untuk pengobatan, garam fosfatnya digunakan untuk mengetahui berkurangnya sekresi asam lambung, untuk diagnosis karsinoma lambung dan untuk control positif pada uji alergi kulit.

Mekanisme kerja :
Histamin dapat menimbulkan efek bila berinteraksi dengan reseptor, histaminergik yaitu reseptor H1, H2, dn H3. Interaksi histamine dengan reseptor H1 menyebabkan kontraksi pada otot polos usus dan bronki, meningkatkan permeabilitas vaskuler dan meningkatkan sekresi muskus, yang dihubungkan dengan peningkatan cGMP dalam sel. Interaksi dengan reseptor H1 juga dapat menyebabkan vasodilatasi arteri sehingga permeable terhadap cairan dan plasma protein, yang menyebabkan sembab, dermatitis dan urtikaria. Efek ini di blok oleh antagonis H1.
Interaksi histamin dengan reseptor H2 dapat meningkatkan sekresi asam lambung dan kecepatan kerja jantung. Produksi asam lambung disebabkan penurunan cGMP dalam sel dan peningkatan cAMP. Peningkatan sekresi asam lambung dapat menyebabkan efek tukak lambung. Efek ini di blok oleh antagonis H2
Reseptor H3 adlah reseptor histamine yang baru ditemukan pada tahun 1987 oleh Arrang dan kawan-kawan, terletak pada ujung saraf aringan ottak dan jaringan perifer, yang mengontrol sintesis dan pelepasan histamine, mediator alergi lain, peradangan. Efek ini di blok oleh antagonis H3

B. Antihistamin
Adalah obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan kerja histamine dalam tubuh melalui mekanisme penghambatan bersaing pada sisi resptor H1, H2, H3. Efek antihistamin buakan suatu reaksi antigen-antibodi karena tidak dapat menetralkan atau mengubah efek histamine yang sudah terjadi. Antihistamin umumnya tidak dapat mencegah produksi histamin. Antihistamin terutama bekerja dengan menghambat secara bersaing interaksi histamine dengan resptor khas. Berdasarkan pada reseptor khas antihistamin dibagi menjadi (1) antagonis H1, terutama digunakan untuk pengobatan gejala-gejala akibat reaksi alergi. (2) antagonis H2 digunakan untuk mengurangi sekresi asam lambung pada pengobtan penderita tukak lambung. (3) antagonis H3 sampai sekarng belum digunakan untuk pengobtan, masih dalam penelitian lebih lanjut dan kemungkinan berguna dalam pengaturan system kardiovaskuler.


Berdasarkan mekanisme kerja Antihistamin digolongkan mejadi 3 kelompok yaitu

Antagonis H1

Antagonis H1 sering pula disebut antihistamin  klasik atau antihistamin H1,adalah senyawa yang dalam  kadar rendah da[at menghambat secara bersaing kerja histamine pada jaringan yang mengandung reseptor H1. Penggunaan  mengurangi gejala alergi karena musim atau cuaca,misalnya radang  selaput lender hidung,bersin,gatal pada mata,hidung dan tenggorokan,dan gejala alergi pada kulit,seperti pruritik,urtikaria,ekzem,dan dermatitis.Selain itu antagonis H1 juga digunakan sebagai antiemetik,antimabuk,antiparkinson,antibatuk,sedative,antipisikotif dan anastesi setempat. Antagonis H1 kurang efektif untuk pengobatan asma bronchial dan syok anafilatik. Kelompok ini menimbulkan efek potensial dengan alcohol dan obat penekan system saraf pusat lain. Efek samping antagonis H1 antara lain mengantuk,kelemahan otot,gangguan koordinasi pada waktu tidur,gelisah,tremor,iritasi,kejang dan sakit kepala. Secara umum antagonis H1 digunakan dalam bentuk garam HCl,sitrat,fumarat,fosfat,suksinat,tartrat dan maleat,untuk meningkatkan kelarutan dalam air. Berdasarkan stuktur kimianya antagonis H1 dibagi menjadi enam kelompok yaitu :

Turunan Eter Aminoalkil

Stuktur Umum : Ar(Ar-CH2)CH-O-CH2-CH2-N(CH3)2

Contoh :
Difenhidramin HCl (benadryl),merupakan antihistamin kuat yang mempunyai efek sedatif dan antikolinergik,Senyawa ini digunakan untuk pengobatan berbagaia reaksi alergi seperti pruritik,urtikaria,ekzem,dermatitis atopik,rhinitis,untuk antipasmodik (antikolinergik),antiemetik dan obat batuk. Difenhidramin diikat oleh plasma protein 80 -98%,kadar plasma tertinggi dicapai 2 – 4 jam setelah pemberian oral,dengan waktu paro plasma ± 9 jam.
Dimenhidrinat (Dramamim,Antimo) adalah garam yang terbentuk dari difenhidramin dan 8-kloroteofilin. Dimenhidrat digunkan untuk antimabuk,diberikan 1,5 jam sebelum berpergian,dan antimual pada wanita hamil.Efek parmakologis ini berhubungan dengan aktivitas dari difenhidramin.
Karbinoksamin HCl (Clistin),mengandung satu atom C asimetrik yang mengikat dua cincin aromatik. Bentuk yang aktif adalah isomer levo dengan konvigurasi S karena dapat berinteraksi secara serasi dengan reseptor H1. Karbinoksamin menimbulkan efek sedasi yang lebih ringan disbanding difenhidramin.
Klorfenoksamin HCl (systral) penyerapan dalam saluran cerna rendah sehingga untuk memperoleh efek sistematik diperlukan dosis cukup besar. Klorfenoksamin lebih sering digunakan secara setempat untuk antipruretik dan antialergi.Obat ini juga digunakan untuk analgesic karena mempunyai efek anastesi setempat.
Klemestin Fumarat (Tavegyl) merupakan antagonis H1 kuat dengan masa kerja panjang. Efek antikolinergik dan penekan system saraf pusatnya kecil.Bentuk yang aktiv adalah isomer dekstro dengan puasat kiral membentuk konfigurasi R. Klamestin digunakan untuk memperbaiki gejala pada alergi rinitis,dermatosis,seperti pruritik,uritrakia,ekzem,dermatitis atau erupsi,dan sebagai antikolinergik.Klamestin diserap secara cepat dan sempurna dalam saluran cerna.Kadar plasma tertinggi dicapai setelah ± 5 – 7 jam,dengan masa kerja panjang ± 10 – 12 jam.
Piperinhidrinat (Kolton),difenilpiralin 8-kloroteofilinat, digunakan terutama untuk pengobatan rinitis,alergi konjugtivitas dan demam karena alergi Dosis 3 – 6 mg 2 dd.

Turunan Etilendiamin

Stuktur Umum : Ar(Ar’)N-CH2-CH2-N(CH3)2

Contoh
Tripelenamin HCl (azaron,Tripel),mempunyai efek antihistamin sebanding difenhidramin dengan efek samping lebih rendah.Tripelenamin juga digunakan untuk pemakaian setempat karena mempunyai efek anastesi setempat.Efektif untuk pengobatn gejala alergi kulit,seperti pruritis dan urtikaria kronik.
Antazolin HCl (Antistine) mempunyai aktivitas antihistamin lebih rendah dibanding turunan etilendiamin lain. Antazoin mempunyai efek antikolinergik dan lebih banyak digunakan untuk pemakain setempat dua kali lebih besar dibanding prokain HCl.Dosis  untuk obat mata : larutan 0,5%
Mebhidrolinnafadisilat (Incidal,Histapan),Stukturnya mengandung rantai samping amenopropi dalam system heterosiklik karbonil dan bersifat kaku. Senyawa tidak menimbulkan efek analgesic dan anestesi setempat. Mehibdrolin digunakan untuk pengobatan gejala pada alergi dermal,seperti dermatitis dan ekzem,konjugtivitas,dan asma bronkial. Penyerapan obat dalam saluran cerna relatif lambat,kadar plasma tetinggi dicapai setelah ± 2 jam dan menurun secara bertahap sampai 8 jam.

Turunan Alkilamin

Stuktur Umum : Ar(Ar’)CH-CH2-CH2-N(CH3)2

Contoh :
Feniramin Maleat (Avil) merupakan turunan alkilamin yang mempunyai efek antihistamin H1 terendah.
Klorfeniramin Maleat (Chlor –Trimeton = CTM.,Cohistan,Pehachlor) merupakan antihistamin H1 yang popular dan banyak digunakan dalam sediaan kombinasi. Pemasukan gugus klor pada posisi para cincin aromatic feniramin maleat akan meningkatkan aktivitas 20 kali lebih besar dibanding feniramin dan batas keamananya 50 kali lebih besar dibanding tripelinamin.Penyerapan Obat dalam saluran cerna cukup baik ± 70% obat terikat oleh protein plasma .Kadar darah tertinggi dicapai 2 – 3 jam setelah pemberian oral,dengan waktu paro plasma 18 – 50 jam.
Deksklorofeniramin Maleat (Polaramine,Polamac) adalah isomer dekstro klorfeniramin maleat,mempunyai aktivitas yang lebih besar dibanding campuran resematnya
Dimetinden Maleat (fenisitil) aktif dalam bentuk isomer levodigunakan untuk pengobatna pruritik dan berbagai bentuk alergi ,awal kerja cepat 20 – 60 menit setelah pembaerian oral dengan efek berakhir pada 8 – 12 jam.

   Turunan Piperazin

Turunan piperazin mempunyai efek antihistamin sedan,dengan awal kerja lambat dengan masa kerja panjang ± 9 – 24 jam.

Contoh :
Homoklorsiklizin (Homoclomin) mempunyai spectrum kerja luas merupakan antagonis yang kuat terhadap histamin,serotonin dan asetilkolin,serta dapat memblok kerja bradikinin slow reacting substance of anaphylaxis (SRS-A).Homoklorsiklizin digunakan untuk alergi dermal,seperti pruritis,ekzem dermatitis dan erupsi,serta alergi rinitis.Penyerapan obat dalam saluran cerna cukup baik,kadar plasma tertinggi dicapai 1 jam setelah pemberian oral
Hidroksizin HCl (Iterx),dapat menekan aktivitas daerah tertentu subkortikal system saraf pusat sehingga digunakan untuk memperbaiki gejala ketegangan dan kecemasan pada psikoneurosis dan sebagai sedative pada pramedikasi anestesi.Hidroksizin juga mempunyai efek antihistamin,bronkodilator,analgesic  dan antiemetik.Penyerapan obat dalam saluran cerna cepat,awal kerja cepat ± 15 – 30 menit.Kadar darah tertinggi dicapai ± 2 jam setelah pemberian oral.dengan waktu paro plasma ± 12 – 20 jam.
Oksatomid (Tinset) merupakan antialergi baru yang efektif terhadap berbagai jenis reaksi alergi.Mekanisme kerjanya berbeda dengan antihistamin klasik lainya yaitu dengan menekan pengeluaran mediator kimia dari sel mast,sehingga menghambat efeknya.Kerja antialergi lebih luas dibanding antihistamin klasik lainya yang hanya memblokade efek dari histamin. Oksatomid digunakan untuk pencegahan dan pengobatan alergi rinitis ,urtikaria kronik dan aergi makanan.Oksatomid juga untuk asam ekstrensik tetapi tidak untuk pencegahan. Pada umumnya diberikan sesudah makan.

 Turunan Fenotiazin

Contoh
Prometazin HCl (Camergen,Phenergen,Prome), merupakan antihistamin H1 dengan aktivitas cukupan dan masa kerja panjang digunakan sebagai antiemetik dan tranquilizer.Prometazin menimbulkan efek sedasi cukup besar dan digunakan pula untuk pemakaian setempat karena mempunyai efek amastesi setempat
Metdilazin HCl (Tacaryl),digunakan terutama sebagai antipruretik.Absoropsi obat dalam saluran cerna cepat,kadar darah tertinggi dicapai 30 menit setelah pemberian oral.
Mekuitazin (meviren),adalah antagonis H1 yang kuat dengan masa kerja panjang,digunakan untuk memperbaiki gejala alergi ,terutama alergi rinitis,Pruretik,urtikaria dan ekzem.
Oksomemazin (Doxergan) adalah antagonis H1 yang kuat dengan masa kerja panjang,dipergunakan untuk memperbiki gejala alergi terutama alergi rinitis dan kutaneus dan untuk antibatuk.
Isotipenidil HCl (andantol) merupakan antagonis H1 turunan azafenotiazin,digunakan sebagai antipiuretik,urtikaria dan dermatitis.Senyawa ini menimbulkan efek yang cukup besar.Masa kerja obat ± 6 jam.Kadang – kadang digunkan sbagai antihistamin setempat.
Pizotifen hydrogen fumarat adalah antihistamin H1 yang sering digunakan sebagai perangsang nafsu makan Dosis : 0,5 mg 1 dd.

Turunan lainya

Contoh
SpiroheptidinHCl (Periactin,Ennamax,Heptasan,Pronicy,Prohessen) merupakan antihistamin dengan aktivitas sebanding dengan klorfeniramin maleat .Siproheptidin juga mempunyai efek antiserotonin,antimigrain,perangsang napsu makan dan tranqulizer.Efeknya terhadap system saraf pusat kecil. Siproheptidin biasa digunakan untuk alergi kulit. Kadang – kadang digunakan untuk perangsang nafsu makan dengan mekanisme kerja belum diketahui Dosis : 4mg 3-4 dd

Azatidin maleat (Zadine) adalah aza isomer dari kulit siproheptidin didapat dengan cara mereduksi ikatan rangkap C10 dan C11.Azatidin merupakan antagonis H1 yang kuat dengan masa kerja panjang dan efek sedasi rendah.Aktifitasnya 3 kali lebih besar dibanding klorfeniramin maleat. Digunakan untuk alergi

Antagonis H1 Generasi Kedua

Antagonis H1 pada umumnya menimbulkan efek samping sedasi dan mempunyai efek seperti senyawa kolinergik dan dan adrenergic yang tidak diinginkan. Oleh karena itu dikembangkan antagonis H1 generasi kedua.

Antihistamin H1 yang ideal adalah bila bila memenuhi persyaratan sebagai berikut :
Senyawa mempunyai affinitas yang tinggi terhadap reseptor H1
Tidak menimbulkan efek sedasi
Affinitasnya rendah terhadap reseptor kolinergik dan adrenergic

Contoh :
Trefenadin (Hiblorex,Nadane) merupakan antagonis H1 selektif yang relative tidak menimbulkan efek sedasi dan antikolinergik. Senyawa tidak bereaksi dengan  dan  - reseptor adrenergik,karena tidak mampu menembus darah sawar otak. Trefenadin efektif  terhadap pengobatan alergi rinitis musiman,pruritik dan uritrakia kronik.Absoropsi obat dalam saluran cerna baik dan cepat,kadar plasma tertinggi dicapai dalam 2-3 jam setelah pemberian oral. Awal kerja obat cepat ± 1-2 jam,efeknya mencapai maksimum adalah setelah 3 – 4 jam dan berakhir setelah ± 8 jam. Trefenadin terikat oleh protein plasma ± 97%,dengan waktu paro eliminasi 20 -25 jam. Dosis : 60 mg  2dd. Metabolit utama trefenedin adalah feksofenadin (Allegra) yang juga merupakan poten antagonis H1.
Akrivastin (semprex),senyawa analog tripolidin yang mempunyai lipoflitas lebih rendah karena mengandung gugus asam akrilat.Penurunan lipofilitas menyebabkan senyawa sulit menembus sawar darah di otak,sehingga  tidak menimbukan efek samping sedasi,menurunkan massa kerja obat (waktu paro = 1,7 jam) dan awal kerja obat menjadi lebih cepat 1-2 jam.Akrivastin digunakan untuk alergi kulit yang kronis Dosis : 8 mg 3 dd.
Astemizol (Hismanal,Scantihis) adalah antagonis –H1 selektif yang kuat dan relatife tidak menimbulkan efek penekan system saraf  pusat (sedasi) karena tidak mampu menembus sawar darah di otak. Massa kerjanya sangat panjang,waktu paro 20 jam,dan tidak menimbulkan efek kolinergik.Astemizol efektif untuk menekan gejala alergi rinitis, konjugtivitas dan urtikaria akut. Absoropsi obat dalam saluran cerna baik dan cepat,kadar plasma tertinggi dicapai dalam 0,5 – 1 jam setelah pemberian oral.Pemberian dosis tunggal dapat menekan gejala reaksi alergi selama 24 jam Dosis : 10 mg 1 dd.
Loratadin (Claritin) adalah antihistamin trisiklik turunan azatidin yang poten,mempunyai masa kerja panjang dengan aktivitas antagonis perifer yang selektif. Efek sedasi dan antikolinergiknya rendah. Loratadin digunakan untuk meringkan gejala alergi rinitis,urtikari kronik dan lain – lain kelainan alergi dermatologis.
Seterizin adalah turunan benzihidril piperazin yang mengandung gugus etoksi karboksilat,mempunyai masa kerja panjang dengan aktivitas antagonis perifer yang selektif.Efek sedasi dan antikolinergiknya rendah.

b.  Antagonis H2

Antagonis H2 adalah senyawa yang menghambat secara bersaing interaksi histamin dengan reseptor H2 sehingga dapat menghambat sekresi asam lambung .Secara umum digunakan untuk penyakit tukak lambung dan usus.Efek samping antagonis H2 antara lain adalah diare,nyeri otot dan kegelisahan. Mekanisme kerja sekresi asam lambung dipengaruhi oleh histamin gastrin dan asetilkolin.Antagonis H2 menghambat secara langsung kerja histamin pada sekresi asam (efikasi intrinsic) dan menghambat secara langsung kerja histamin pada sekresi asam,yang dirangsang oleh gastrin atau asetilkolin Iefikasi potensiasi).Jadi histamin memiliki efikasi intrinsik dan efikasi potensiasi,sedang gastrin dan asetilkolin hanya mempunyai efikasi potensiasi.Hal ini berarti bahwa histamin yang dapat meningkatkan sekresi asam, sedang gastrin atau asetilkolin hanya meningkatkna sekresi asam karena efek potensiasinya dengan histamin.

Contoh
Semitidin (Cimet,Corsamet,Nulcer,Tagamet,Ulcadine),merupakan antagonis kompetitif histamin pada reseptor H2 dari sel parietal sehingga secara efektif dapat menghambat sekresi asam lambung. Simetidin juga memblok sekresi asam lambung yang disebabkan karena rangsangan makanan,asetilkolin,kafein dan insulin.Simetidin digunakan untuk pengobatan tukak lambung  atau usus dan keaddan hipersekresi yang patologis,misal sindrom Zollinger-Elisson.Efek samping yang ditimbulkan antara lain adalah diare,pusing,kelelahan dan rash.Keadaan kebingungan ginakomastia dan impotensi juga dapat terjadi tetapi bersifat terpulihkan.Absoropsi Obat dalam saluran cerna cepat kadar plasma tertinggi dicapai  1 jam bila diberikan dalam keadaan lambung kosong dan 2 jam bila diberikan bersama – sama dengan makanan .Jadi pemberian simetidin sebaiknya bersama – sama dengan makanann karena dapat menghambat absoropsi obat sehingga memperpanjang masa kerja obat.Waktu paronya ± 2 jam.Dosis : 200 mg 3 dd, pada waktu maka dan 400 g sebelum tidur
Ranitidin HCl (Ranin,Ranatin,Ranatac,Zantac,Zantadin),merupakan antagonis kompetitif histamin yang khas pada reseptor H2 sehingga secara epektif dapat menghambat sekresi asam lambung,menekan kadar asam dan volume sekresi asam.Diabsoropsi 39% -87%.Ranitidin mempunyai masa kerja cukup panjang,pemberia dosis 150 mg efektif menekan sekresi asam lambung selama 8 – 12 jam.Kadar plasma tertinggi dicapai dalam 2 – 3jam setelah pemberian oral,dengan waktu paro eliminasi 2 – 3jam Dosis : 150 mg 2 dd atau 300 mg sebelum tidur.

Famotidin ( Facid,Famocid,Gaster,Ragastin,Restidin), merupakan antagonis kompetitif histamin yang khas pada reseptor H2 sehingga secara epektif dapat menghambat sekresi asam lambung,menekan kadar asam dan volume sekresi asam.Absoropsi famotidin dalam saluran cerna tidak sempurna ± 40 – 45% dan pengikatan protein relative rendah ± 15 -22 % .Kadar plasma tertinggi dicapai 1-3 jam setelah pemberian oral,waktu paro eliminasi 2,5 – 4 jam dengan masa kerja obat ±12 jam Dosis 20 mg 2 dd atau 40 mg sebelum tidur.
Hubungan struktur dan aktifitas antagonis H1

a) Gugus aril yang bersifat lipofil kemungkinan membentuk ikatan hidrofob dengan ikatan reseptor H1.
b) Secara umum untuk mencapai aktivitas optimal, atom pada N pada ujung amin tersier.
c) Kuartenerisasi dari nitrogen rantai samping tidak selalu menghasilkan senyawa yang kurang efektif.
d) Rantai alkil antara atom X dan N mempunyai aktifitas antihistamin optimal bila jumlah atom C = 2 dan jarak antara pusat cincin aromatic dan N alifatik = 5 -6 A
e) Factor sterik juga mempengaruhi aktifitas antagonis H1
f) Efek antihistamin akan maksimal jika kedua cincin aromatic pada struktur difenhidramin tidak terletak pada bidang yang sama

a. Turunan eter amino alkil
Rumus : Ar(Ar-CH2) CH-O-CH2-CH2-N(CH3)2

Hubungan struktur dan aktifitas
1. Pemasukan gugus Cl, Br dan OCH3 pada posisi pada cincin aromatic akan meningkatkan aktivitas dan menurunkan efek samping.
2. Pemasukan gugus CH3 pada posisi p-cincin aromatic juga dapat meningkatkan aktivitas tetapi pemasukan pada posisi o- akan menghilangkan efek antagonis H1 dan akan meningkatkan aktifitas antikolinergik
3. Senyawa turunan eter aminoalkil mempunyai aktivitas antikolinergik yang cukup bermakna karena mempunyai struktur mirip dengan eter aminoalkohol, suatu senyawa pemblok kolinergik.

Hubungan struktur antagonis H1 turunan ester aminoalkohol
1. Difenhidramin HCl, merupakan antihistamin kuat yang mempunyai efek sedative dan antikolonergik
2. Dimenhidrinat, adalah garam yang terbentuk dari difenhidramin dan 8-kloroteofilin.
3. Karbinoksamin maleat, mengandung satu atom C asimetrik yang mengikat 2 cincin aromatik.
4. Klemasetin fumarat, merupakan antagonis H1 kuat dengan masa kerja panjang.
5. Pipirinhidrinat

b. Turunan etilendiamin
Rumus umum ; Ar(Ar’)N-CH2-CH2-N(CH3)2
Merupakan antagonis H1 dengan keefektifan yang cukup tinggi, meskipun penekan system saraf dan iritasi lambung cukup besar.

Hubungan struktur antagonis H1 turunan etilen diamin
1. Tripelnamain HCl, mempunyaiefek antihistamin sebanding dengan dufenhidramin dengan efek samping lebih rendah.
2. Antazolin HCl, mempunyai aktivitas antihistamin lebih rendah dibanding turuan etilendiamin lain.
3. Mebhidrolin nafadisilat, strukturnya mengandung rantai samping amiopropil dalam system heterosiklik karbolin dan bersifat kaku.

c. Turunan alkil amin
Rumus umum ; Ar (Ar’)CH-CH2-CH2-N(CH3)2
Merupakan antihistamin dengan indeks terapetik cukup baik dengan efek samping dan toksisitasnya sangat rendah.

Hubungan struktur antagonis H1 dengan turunan alkil amin
1. Feniramin maleat, merupakan turunan alkil amin yang memunyai efek antihistamin H1 terendah.
2. CTM, merupakan antihistamin H1 yang popular dan banyak digunakan dalam sediaan kombinasi.
3. Dimetinden maleat, aktif dalam bentuk isomer levo.

d. Turunan piperazin
Turunan ini memunyai efek antihistamin sedang dengan awal kerja lambat dan masa kerjanya relativ panjang

Hubungan struktur antagonis H1 turunan piperazin
1. Homoklorsiklizin, mempunyai spectrum kerja luas, merupakan antagonis yang kuat terhadap histamine serta dapat memblok kerja bradkinin dan SRS-a
2. Hidroksizin, dapat menekan aktivitas tertntu subkortikal system saraf pusat.
3. Oksatomid, merupakan antialergi baru yang efektif terhadap berbagai reaksi alerhi, mekanismenya menekan pengeluaran mediator kimia dari sel mast, sehingga dapat menghambat efeknya.

e. Turunan fenotiazin
Selain mempunyai efek antihistamin, golongan ini juga mempunyai aktivitas tranquilizer, serta dapat mengadakan potensiasi dengan obat analgesic dan sedativ.

Hubugan struktur antagonis H1 turunan fenontiazin
1. Prometazin, merupakan antihistamin H1 dengan aktivitas cukupan dengan masa kerja panjang.
2. Metdilazin
3. Mekuitazin. Antagonis H1 yang kuat dengan masa kerja panjang dan digunakan untuk memperbaiki gejala alergi
4. Oksomemazin, mekanismenya sama seperti mekuitazin
5. Pizotifen hydrogen fumarat, sering digunakan sebagai perangsang nafsu makan.


2) Antagonis H2
Adalah senyawa yang secara bersaing menghambat interaksi histamine dengan reseptor h2 sehingga dapat menhambat asam lambung.

Mekanisme kerja ;
Memunyai struktur serupa dengan histamine yaitu mengandung cincin imidazol, tetapi yang membedakan adalah panjang gugus rantai sampingnya.
Sekresi asam lambung dipengaruhi oleh histamine, gastrin, dan asetilkolin, antagonis H2 menghambat secara langsung kerja hstamin pada sekresi asam lambung dan menghambat kerja potensial histamine pada sekresi asam yang dirangsang oleh gastrin atau asetilkolin, sehingga histamine mempunyai efikasi intrinsic dan efikasi potensial, sedang gastrin dan aetilkolin hanya mempunyai efikasi potensial

Hubungan struktur dan aktivitas
a. Modifikasi pada cincin
Cincin imidazol dapat membentuk 2 tautomer yaitu ; ‘N-H dan “N-H. bentuk ‘N-H lebih dominan dan diperlukan untuk aktivitas antagonis H2 dan mempunyai aktifitas 5 kali lebih kuat daripada “N-H

b. Modifikasi pada rantai samping
Untuk aktivitas optimal cincin harus terpisah dari gugus N oleh 4 atom C atau ekivalennya. Pemendekan rantai dapat menurunkan aktivitas antagonis H2, sedangkan penambahan panjang pada metilen dapt meningkatkan antagonis H2. Pengantian 1 gugus metilen pada rantai samping dengan isosteriktioeter maka dapat meningkatkan aktivitas antagonis.

c. Modifikasi pada gugus N
Penggantian gugus amino rantai samping dengan gugus guanidine yang bersifat basa kuat maka akan menghasilkan efek antagonis H2 lemah dan masih bersifat parsial agonis. Penggantian gugus guanidine yang bermuatan positif dengan gugus tiorurea yang tidak bermuatan atau tidak terionisasi pada pH tubuh dan bersifat polar serta maih membentuk ikatan hydrogen maka akan menghilangkan efek agonis dan memberikan efek antagonis h2 100 x lebih kuat dibanding “N-H.


SUMBER : Siswanto, 2000. Kimia Medisinal jilid 2, Jakarta : Airlangga

Pertanyaan :
1. Sebutkan tersedia dalam bentuk apa saja sediaan antihistamin ?
2. Apakah obat antihistamin aman untuk ibu hamil?
3. Sebutkan contoh obat antihistamin yang aman untuk ibu hamil?
4. Sebutkan perbedaan obat antihistamin generasi pertama dan generasi kedua ?
5. Bagaimana mekanisme terjadinya efek samping pada obat antihistamin?
6. Golongan antihistamin yang manakah yang paling efektif?

Selasa, 17 Oktober 2017

Farmakofor

Farmakofor atau pharmacophore adalah konfigurasi spasial fitur penting yang memugkinkan molekul ligan untuk berinteraksi dengan reseptor target tertentu. Dengan tidak adanya struktur reseptor dikenal, farmakofor dapat diidentifikasi dari suatu sel ligan yang telah diamati untuk berinteraksi dengan reseptor sasaran. Sebuah farmakofor didefinisikan sebagai susuanan 3D fitur yang sangat penting untuk molekul ligan untuk berinteraksi dengan reseptor target dalam situs pengikatan tertentu. Setelah diidentifikasi, farmakofor dapat  berfungsi sebagai model penting untuk screening virtual , terutama dalam kasus dimana struktur 3D dari reseptor tidak diketahui dan teknik docking yang tidak berlaku (Dror, et al, 2010). Farmakofor merupakan posisi geometrik tiga dimensi dari gugus-gugus yang terdapat di dalam suatu ligan yang membentuk suatu pola yang unik yang dapat dikenali oleh reseptor secara spesifik yang bertanggung-jawab terhadap proses pengikatan ligan dengan suatu reseptor dan aktivasi reseptor tersebut (Thomas, 2007).
Pendekatan farmakofor telah menjadi salah satu alat utama dalam penemuan obat. Berbagai metode berbasis ligan dan berbasis struktur telah dikembangkan untuk permodelan farmakofor yang lebih baik dan telah berhasil dan diterapkan luas. Fitur pendekatan farmakofor ini diharapkan dapat memperkecil waktu dan biaya dalam penemuan dan perkembangan obat baru. Fitur khas pada farmakofor yaitu : sentral hidrofobik, cincin aromatik, akseptor atau donor hidrogen, kation dan anion. Titik farmakofer ini bisa saja terletak pada ligand itu sendiri atau bisa terletak di reseptor.   
DAFTAR PUSTAKA
Dror, Orant, et al. 2010. A Novel Approach Efficient Pharmacophore Based Virtual Screening. Available at http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2767445 [ Diakses pada 14  Oktober 2017].

Thomas, E, et al. 2007. Identification anfd Preiiminary StructureActivity Relationship, Journal Of Natural Product , Vol 7 (8): 1278-1282.
Pertanyaan :
1. bagaimana cara menentukan farmakofor ?
2. apa fungsi utama farmakofor ?
3. apakah dalam satu struktur senyawa obat dapat memiliki farmakofor yang berbeda beda ? tolong jelaskan
4. mengapa farmakofor merupakan suatu alat dalam penemuan obat ? tolong jelaskan
5. bagaimana cara menentukan letak farmakofor dalam suatu senyawa?

Oxamniquine

Oxamniquine

Selama lebih dari 25 tahun, pengobatan andalan untuk infeksi Schistosoma mansoni di Brasil adalah obat oxamniquine (OXA, (RS) -1,2,3,4-tetrahydro-2- isopropylaminomethyl-7-nitro-6-quinolylmethanol). OXA adalah spesies yang spesifik, membunuh S. mansoni (67 juta kasus di seluruh dunia) namun bukan spesies schistosome lainnya di Afrika (S. haematobium, 119 juta kasus) atau di Asia Tenggara (S. japonicum, 1 juta kasus). OXA tidak diproduksi lagi karena obat praziquantel, yang efektif melawan semua spesies schistosome, kini tersedia dengan harga yang wajar karena berakhirnya hak patennya.
Modus tindakan OXA baru-baru ini yaitu : OXA adalah prodrug yang diambil oleh parasit dan disulfonasi oleh sulfotransferase endogen (SmSULT, GenBank AHB62207.1, UniProt V9PWX8) dengan adanya 3'phosphoadenosine 5'phosphosulfate (PAPS). Ester sulfat yang dihasilkan dari OXA adalah spesies yang tidak stabil yang secara spontan meluruh membentuk produk elektrofilik reaktif yang mampu mengalkilasi DNA, protein dan makromolekul lainnya. Gangguan fungsi fungsi seluler sintetik dan metabolik pada akhirnya menyebabkan kematian parasit.
OXA memiliki satu atom karbon asimetris dan dua enansiomer keduanya hadir dalam obat yang dipasarkan . Struktur SmSULT dengan OXA terikat dan habis habisnya co-factor PAP ditentukan sebelumnya pada resolusi 1,75 Å [pdb code 4MUB. Meskipun kristal-kristal itu direndam dengan OXA rasemat, strukturnya hanya menunjukkan S-OXA di rongga pusat enzim berbentuk a, berbentuk huruf B, dengan kelompok hidroksilnya (target sulfonasi) yang berpusat di ujung poros yang berjalan dari permukaan molekul. Posisi relatif OXA yang menerima dan menyumbang kelompok PAPS sepenuhnya konsisten dengan pembentukan kelompok hidroksil OXA tersulfonasi (ester sulfat OXA).
Oxamniquine dan praziquantel adalah obat yang biasa digunakan mengobati schistosomiasis di Afrika dan Amerika. Oxamniquine, turunan 2-aminomethyltetrahydroquinoline, adalah diproduksi oleh sintesis biologi dan merupakan salah satu yang paling menjanjikan schistosomicides Ini memiliki efek antikolinergik, yang meningkatkan motilitas parasit  dan menghambat nukleat sintesis asam. Ini lebih efektif melawan parasit laki-laki dari pada perempuan dan tidak memiliki efek penting pada Schistosoma spp lainnya. Bahwa parasitisasi manusia Di Brasil, oxamniquine terbukti ditoleransi dengan baik - dosis oral tunggal 15 mg / kg untuk orang dewasa dan dua kali sehari 10 mg / kg untuk anak-anak menunjukkan tingkat penyembuhan lebih dari 83%.

Gambar1. Struktur oxomniquine
       R-oxamniquine dan S-oxamniquine yang menunjukkan kelompok fungsional dan karbon kiral (lingkaran merah). Konfigurasi absolut ditentukan oleh substituen yang berasal dari atom karbon kiral menggunakan aturan Cahn-Ingold-Prelog. Molekul diputar sedemikian rupa sehingga substituen prioritas terendah (H-atom) berada di belakang karbon kiral, menghadap jauh dari penampil. Kurva ditarik dari substituen 1 sampai 2 sampai 3 substituen. Jika dua substituen memiliki atom penyusun langsung yang sama, evaluasi atom semakin jauh dari pusat kiral sampai ada perbedaan. Jika kurva searah jarum jam, stereocenternya adalah R-configuration. Jika kurva berlawanan arah jarum jam, stereocenter adalah S-confguration.


A) Pemisahan stereoisomer oxamniquine oleh HPLC pada kolom kiral. B) Kontrol kemurnian HPLC pada kolom yang sama dengan genangan pecahan # 1 yang diperoleh dari beberapa putaran seperti yang digambarkan dalam A. C) kontrol kemurnian HPLC pada kolom yang sama dari genangan pecahan # 2 yang diperoleh dari beberapa putaran seperti yang terjadi. digambarkan dalam A.
 Struktur yang dilapisi struktur kompleks R dan S-OXA secara kuning dan hijau. Jarak ikatan hidrogen ditunjukkan sebagai garis putus-putus dengan jarak di Å. B) Pandangan alternatif dari struktur kompleks enantiomer superimposed yang menyoroti kerutan dari cincin piperidin. Karbon kiral ditandai (*). Catatan: beberapa elemen struktural telah dihapus untuk kejelasan.

Sumber : Taylor, A. B., et al, 2015, Structural and Functional Characterization of the Enantiomers of the Antischistosomal Drug Oxamniquine, Journal PLOS, 9(10).

Pertanyaan :
1. apa efek samping penggunaan obat ini?
2. apakah obat ini berinteraksi dengan makanan ? jelaskan makanannya apa ? dan efeknya apa?
3. apakah obat ini berinteraksi dengan obat lain? jelaskan obat apa ? dan efek sampingnya apa?
4. apakah obat ini baik untuk di konsumsi ibu hamil ? sebutkan alasannya ?
5. apa efek yang diberikan obat ini jika pengonsumsian jangka panjang?
6. jelaskan mekanisme terjadinya efek samping obat ini 
7. bagaimana dosis penggunaan obat ini ?
8. bagaimana cara menghentikan pengonsumsian obat ini ? apakah harus mengurangi dosisnya terlebih dahulu ? tolong jelaska

Jumat, 13 Oktober 2017

Fenotiazin dan Turunan Fenotiazin

 GOLONGAN FENOTIAZIN
Struktur Fenotiazin


Gambar 1. Struktur Fenotiazin
Pengertian :
Fenotiazin digunakan untuk mengobati gangguan mental dan emosional yang serius, termasuk skizofrenia dan gangguan psikotik lainnya. Beberapa digunakan juga untuk mengontrol agitasi pada pasien tertentu, mual dan muntah, cegukan yang parah, dan nyeri sedang sampai berat pada eberapa pasien yang dirawat di rumah sakit.
Fenotiazin adalah antagonis dopamin dan bekerja sentral dengan cara menghambat chemoreseptor trigger zone. Obat ini dipakai untuk profilaksis dan terapi mual dan muntah akibat penyakit neoplasia, pasca radiasi, dan muntah pasca penggunaan obat opioid, anestesia umum, dan sitotoksik. Efek sedasi proklorperazin, ferfenazin, dan trifluoperazin lebih rendah dibanding klorpromazin. Reaksi distonia berat kadang-kadang muncul pada pemakaian fenotiazin, terutama pada anak-anak. Obat antipsikotik lainnya, termasuk haloperidol dan levomepromazin (metotrimeperazin) juga digunakan untuk meringankan gejala mual. Beberapa fenotiazin tersedia dalam bentuk suposituria yang dapat bermanfaat bagi pasien yang mengalami muntah terus menerus atau mual berat. Proklorperazin juga tersedia dalam bentuk tablet bukal yang diletakkan diantara bibir atas dan gusi.
Turunan Fenotiazin
Turunan fenotiazin mempunyai struktur kimia karakteristik yaitu sistem tri siklik tidak planar yang bersifat lipofil dan rantai sampinng alkilamino yang terikat ada atom N tersier pusat cincin yang bersifat hidrofil. Rantai samping tersebut bervariasi dan kebanyakan merupakn salah satu struktur sebagai berikut :  propildialkilamino, alkilpiperidil atau alkilpiperazin. Turunan fenotiazin dugunakan untuk pengobatan gangguan mental dan emosi yang cukupan sampai berat, seperti skizofrenia, paranoia, psikoneurosis (ketegangan dan kecemasan)seta psikosis akut dan kronik. Banyak turunan fenotiazin mempunyai aktivitas antiematik, simpatolitik atau antikolinergenik. Turunan fenotiazin juga mengadakan potensiasi dengan obat-obatsedatif-hipnotika, anagetika narkotik atau anesthesia sistemik. Penggunaan dosis tinggi menimbulkan efek samping berupa gejala-gejala ekstrapiramidal dengan efek seperti pada penyakit Parkinson. Penggunaan jangka panjang dapat menimbulkan hipotensi, agranulisitosis, dermatitis, penyakit kuning, perubahan mata, dan kulit serta sensitive terhadap cahaya. Contoh turunan fenotiazin yang terutama diguanakn sebagai antipsikosis adalah promazin, klorpromazin, trifluoperazin, teoridazin, mesorizadin, perazin (Taxilan), butaperazin, Fluferazin, asetofenazin dan carfenazin.
Berikut ini merupakan contoh turunan fenotizin yang sering digunakan untuk pengobatan skozofren.
KLORPROMAZIN


Klorpromazin adalah Obat antipsikotik digunakan untuk pengobatan gangguan kejiwaan yang berat, seperti skizifrenia, dan meringankan gejala penyakit tersebut. Efektif untuk menekan eksitasi, agitasi dan agresivitas. Obat antipsikotik tidak menyembuhkan tetapi hanya meringankan penyakit karena sampai saat ini faktor penyebab psikotis funsional masih belum diketahui dengan jelas. Diduga bahwa faktor keturunan dapat memberikan kecenderungan terjadinya skizofrenia.Banyak obat antipsikotik juga mempunyai aktivitas antiemetik, simpatolitik dan dapat memblok α-adrenergik. Obat antipsikotik mengadakan potensiasi dengan gol sedatif-hipnotik, analgenetika narkotik atau anstestika sistemik. Dua aspek penting pada pengobatan dengan obat antipsikotik adalah bahwa obat tersebut tidak menimbulkan ketergantungan fisik atau mental dan pada orang dewasa sangat jarang terjadi kelebihan dosis yang berakibat fatal
Mekanisme Kerja
Obat antipsikotik menimbulkan efek farmakologis dengan mempengaruhi mekanisme dopaminergik, yaitu dengan bekerja sebagai antagonis pada reseptor dopamin, memblok dopamin seingga tidak dapat berinteraksi dengan reseptor. Pemblokan tersebut terjadi pada pra dan postsinaptik reseptor dopamin sehingga kadar dopamin dalam tubuh meningkat dan menyebabkan terjadinya terjadinya efek antipsikotik. Obat antipsikotik dalam membentuk kompleks dengan reseptor dopamin kemungkinan melibatkan dua bentuk konfirmasi, yaitu:
a.Bentuk konfirmasi keadaan padat dari obat antipsikotik, yang hampir sama dengan bentuk dopamin yang memanjang.


b. Bentuk konformasi S dari 4 atom berturutan yang menghubungkan cincin aromatik dengan atom N tersier basa dari obat antipsikotik, yang juga hampir sama dengan bentuk dopamin yang memanjang.


Kedua bentuk konformasi diatas menunjang penjelasan konsep bahwa aktivitas antipsikotik disebabkan oleh efek pemblokan pada reseptor dopamin. Banyak peneliti memberikan postulat bahwa ada dua reseptor dopamin, yaitu:
1.Reseptor D-1, yang berhubungan dengan enzim dopamin-sensitif adenilat siklases. Rangsangan reseptor ini dapat meningkatkan pembentukan siklik-AMP.
2.Reseptor D-2, tidak berhubungan dengan enzim diatas. Rangsangan reseptor ini dapat menurunkan kapasitas sel untuk mensintesis siklik-AMP dan respons terhadap agonis β-adrenergenik.
                Turunan fenotiazin menunjukkan afinitas terhadap reseptor D-1 yang lebih besar dibanding reseptor D-2, turunan tioxanten afinitas terhadap reseptor D-1 dan D-2 hampir sama, sedang turunan fluorobutirofenon dan benzamid selektif sebagai penghambat reseptor D-2.
Hubungan Struktur Dan Aktivitas
                Menurut Janssen, obat antipsikotik secara umum mempunyai dua gambaran struktur yang dipandang penting untuk timbilnya aktivitas, yaitu :
a. Rantai lurus yang terdiri dari tiga atom C, yang mengikat dasar cincin nitrogen dan atom N,C atau O, merupakan bagian dari salah satu gugus-gugus berikut, yaitu benzoil, 2-fenotiazin atau sistem trisiklis-tioksanten, rantai samping fenoksipropil, 2 fenil-penten-2 atau cincin sikloheksen.
b. Cincin heterisiklik dengan jumlah atom=6, seperti piperazin atau piperidin, yang tersubstitusi pada posisi 1 dan 4. Substituen terbaik pada posisi 4 cincin heterosiklik adalah gugus-gugus fenil, aniline, metal atau hidroksietil.
Klorpromazin HCl (Largactil, Promactil)
                Digunakan untuk pengobatan skozofren, psikotik akut dan mengontrol manifestasi kegilaan yang akut. Penyerapan  obat dalam saluran cerna cepat dan sempurna,ketersediaan hayatinya 32±19 %. Kadar plasma tertinggi dicapai dalam 2-4 jam setelah pemberian secara oral ± 93-98 % obat terikat oleh protein plasma, waktu paronya 30± 7 jam. Pada pemberian secara intramuscular, awal kerja obat cepat ±20-30 menit. Kadar obat dalam plasma 4-10 kali lebih besar disbanding pemberian secara oral dan kadar plasma tertinggi dicapai dalam ±2-3 jam. Dosis oral : 25 mg 4 dd, pada kasus psikotik berat : 200-600 mg/hari, dalam dosis terbagi, dan sesudah b2 minggu dosis dikurangi  secara bertahap.

SUMBER : Siswandono dan Soekarjo, B., 1995, Kimia Medisinal, Surabaya: Airlangga University Pers.

PERTANYAAN :
1. Bagaimana efek samping yang ditimbulkan obat Klorpromazin HCl ini ?
2. Bagaimana mekanisme terjadinya efek samping pada obat ini ?
3. Apakah ada interaksi obat ini dengan makanan ? jelaskan dengan makanan apa ? bagaimana efek yang ditimbulkan ?
4. Apakah ada interaksi obat ini dengan obat ? jelaskan dengan obat apa ? bagaimana efek yang ditimbulkan ?
5. Apakah obat ini mana digunakan dalam jangka waktu yang lama ?
6. Apakah obat ini berbahaya pada ibu hamil ?

Obat Analgetik Nonnarkotika dan Narkotika

Obat Analgetik Nonnarkotik dan Narkotik

Analgesik, baik nonnarkotik maupun narkotik, diresepkan untuk meredakan nyeri; pilihan obat tergantung dari beratnya nyeri. Nyeri yang ringan sampai sedang dari otot rangka dan sendi sering kali diredakan dengan pemakaian analgesic nonnarkotik. Nyeri yang sedang sampai berat pada otot polos, organ, dan tulang biasanya membutuhkan analgesik narkotik.

Jenis-jenis Nyeri Nyeri adalah perasaan  sensoris dan emosional yang tidak enak dan yang berkaitan dengan (ancaman) kerusakan jaringan. Ada lima klasifikasi dan jenis nyeri, yaitu nyeri:  1. akut yang dapat ringan, sedang, atau berat; 2. kronik;  3. superficial;  4. somatic (tulang, otot rangka dan sendi);  5. visceral atau nyeri dalam.

Tabel 1. memuat jenis-jenis nyeri dan kelompok obat yang mungkin efektif untuk meredakan masing-masing jenis nyeri.


A.  OBAT-OBAT ANALGESIK NONNARKOTIK 
Analgetik nonnarkotik tidak bersifat adiktif dan kurang kuat dibandingkan dengan analgesic narkotik. Analgetik nonnarkotik juga disebut analgetik perifer karena merintangi terbentuknya rangsangan pada reseptor nyeri perifer. Obat-obat ini dipakai untuk mengobati nyeri yang  ringan sampai sedang dan dapat dibeli bebas. Obat-obat ini efektif untuk nyeri tumpul pada sakit kepala, dismenore (nyeri menstruasi), nyeri pada inflamasi, abrasi minor, nyeri otot dan arthritis ringan sampai sedang. Kebanyakan analgesic menurunkan suhu tubuh yang  meningkat, sehingga mempunyai efek antipiretik. Beberapa analgesic, seperti aspirin, mempunyai efek antiinflamasi dan juga efek antikoagulan. 
1. Salisilat dan Obat-obat Antiinflamasi Nonsteroid Aspirin adalah analgesic tertua yang dipasarkan Bayer, kini aspirin dapat dibeli dengan bermacam-macam nama Naspro, Remasal, dan lain-lain. Aspirin juga berefek antipiretik dan antiinflamasi. Aspirin tidak boleh diberikan pada anak yang mengalami demam dan berusia di bawah 12 tahun, apapun sebabnya, karena adanya bahaya sindroma Reye (problem neurologist yang berhubungan dengan infeksi virus dan diobati dengan salisilat). Asetaminofen merupakan pengganti yang dipakai pada keadaan ini.   Aspirin berefek antiinflamasi bersama dengan obat-obat antiinflamasi nonsteroid (NSAIDs = nonsteroidal antiinflammatory drugs) meredakan nyeri dengan menghambat sintesis prostaglandin. Prostaglandin menumpuk pada tempat jaringan yang terluka, sehingga menyebabkan inflamasi dan nyeri. NSAIDs yang memiliki efek analgesic adalah ibuprofen, fenoprofen dan suprofen dari kelompok asam propionate. Selain efek analgesiknya aspirin juga mengurangi agregasi platelet (pembekuan darah). Oleh karena itu, beberapa dokter meresepkan satu tablet aspirin dosis 100 mg setiap hari atau tiap dua hari sekali sebagai usaha untuk mencegah serangan iskemik sementara (TIAs = transient ischemic attacks, atau stroke ringan), serangan jantung atau episode tromboemboli.


Gambar 1. Pembentukkan prostaglandin melalui jalur asam arachidonat
Keterangan: PGE2, PGF2, PGD2 = prostaglandin
a. Obat mirip aspirin menghambat enzim siklooksigenase (KOKS) membentuk prostaglandin (PGE2), prostasiklin (PGI2), dan tromboksan (TXA2).
b. 3 langkah Inflamasi: 1) Fase akut: vasodilatasi lokal danpe↑an permeabilitas kapiler. 2) Reaksi lambat, tahap subakut: infiltrasi sel leukosit danfagosit. 3) Fase proliferatif kronik: degenerasi danfibrosis. Gejala inflamasi: kalor (demam), rubor (kemerahan), tumor (bengkak), dolor (nyeri) danfunctio laesa (kegagalan fungsi) pada tempat inflamasi.
c. Nyeri: PgE2 menimbulkan ‘hiperalgesia’ nosiseptor → mediator kimiawi (bradikinin danhistamin) merangsangnya → nyeri yang nyata
d. Demam: Alat pengatur suhu tubuh ada di hipotalamus, prostaglandin (PGE2) yang disuntikkan ke ventrikel serebral atau hipotalamus menimbulkan demam. Antipiretik hanya menurunkan suhu badan pada keadaan demam.
Efek Samping dan Reaksi yang Merugikan
Efek samping yang sering  terjadi dari aspirin dan NSAIDs adalah iritasi lambung. Obatobat ini harus dipakai bersama-sama makanan, atau pada waktu makan atau segelas cairan untuk membantu mengurangi masalah ini. Jika aspirin atau piroksikam dipakai untuk dismenore selama dua hari pertama menstruasi, mungkin terjadi perdarahan yang lebih banyak (lebih banyak pada aspirin daripada ibuprofen). a. Iritasi lambung: Obat bersifat asam → terkumpul dalam sel bersifat asam (lambung, ginjal danjaringan inflamasi).  1) Iritasi lokal: difusi kembali asam lambung ke mukosa → kerusakan jaringan → perdarahan. 2) Iritasi sistemik: hambat pembentukan PGE2 (Prostaglandin bersifat menghambat sekresi asam lambung) danPGI2 (Prostasiklin bersifat merangsang sekresi mukus usus halus/sitoprotektif) di mukosa lambung. b. Gangguan fungsi trombosit: hambat pembentukan TXA2 → perpanjangan waktu perdarahan → obat antitrombotik. c. Nefropati analgesik: penurunan aliran darah ke ginjal (prostaglandin bersifat vasodilatasi arteri ginjal) dan kecepatan filtrasi glomeruli berkurang → Perhatian: hipovolemia, sirosis hepatis dengan asites dangagal jantung. d. Hipersensitivitas: urtikaria, asma bronkial, hipotensi sampai syok.
2. Asetaminofen (asetaminofenol, derivate para-aminofenol) adalah obat tanpa resep yang popular yang dipakai oleh bayi, anak-anak, dewasa dan orang lanjut usia untuk nyeri, rasa tidak enak dan demam. Obat ini merupakan 25% dari semua obat yang dijual. Asetaminofen merupakan obat analgesic dan antipiretik yang aman dan efektif untuk pegal dan nyeri otot dan demam akibat infeksi virus. Obat ini hanya menimbulkan gangguan lambung yang ringan atau tidak sama sekali dan tidak mengganggu agregasi platelet. Tidak ada kaitan antara asetaminofen dengan sindroma Reye, tidak menambah perdarahan jika dipakai untuk dismenore, tidak mempunyai daya antiinflamasi, seperti aspirin.
Farmakokinetik Asetaminofen diabsorpsi dengan baik dari gastrointestinal. Karena waktu-paruh asetaminofen pendek, maka dapat diberikan setiap 4 jam sekali jika perlu dengan dosis maksimum 2,5-4 g/hari. Lebih dari 85% asetaminofen dimetabolisir menjadi metabolit oleh hati. Dosis tinggi atau takar layak dapat menjadi toksik terhadap sel-sel hati, oleh karena itu jika dosis tinggi diberikan untuk jangka panjang, kadar asetaminofen serum harus dipantau. Batas serum terapeutik adalah 5-20 mikrogram/mL. Kadar enzim hati SGOT/SGPT, SGPT/ALT, fosfatase alkali (ALP) dan bilirubin serum harus dipantau. Efek Samping dan Reaksi yang Merugikan Takar layak asetaminofen dapat menjadi sangat toksik terhadap sel-sel hati, menimbulkan hepatotoksisitas. Kematian dapat terjadi dalam waktu 1-4 hari karena timbulnya nekrosis hati. Tabel 2 memuat analgesic nonnarkotik yang sering dipakai, dosis, pemakaian dan pertimbangan pemakaiannya
Tabel 2. Analgesic nonnarkotik yang sering dipakai, dosis, pemakaian dan pertimbangan pemakaiannya


3. Kolkisin berkhasiat anti-inflamasi spesifik terhadap penyakit encok serta tidak berefek analgesic. Kolkisin mencegah pelepasan glikoprotein dari leukosit yang pada penderita gout menyebabkan nyeri.  Kolkisin diabsorpsi melalui saluran cerna dengan baik serta terdistribusi luas dalam jaringan tubuh. Kadar tinggi terdapat di ginjal, hati, limpa dan saluran cerna, tetapi tidak terdapat di otot rangka, jantung dan otak. Sebagian besar kolkisin diekskresi dalam bentuk utuh melalui tinja dan 10-20% diekskresi melalui urin. Indikasi: kolkisin digunakan untuk pirai danartritis lain serta sebagai profilaksis serangan pirai (bersama alopurinol) Efek Samping: rambut rontok, neuritis, depresi  sum-sum tulang, kerusakan ginjal. Wanita hamil danibu menyusui tidak dianjurkan.  Dosis: pada serangan akut, oral 1 mg lalu 0,5 mg tiap 2 jam sampai maksimal 8 mg atau timbul diare. Kur tidak boleh diulang dalam jangka waktu 3 hari. Profilaksis (terapi kombinasi) 0,5-1,5 mg malam hari setiap dua hari.
4. Alopurinol. Derivat pirimidin ini efektif sekali untuk menormalkan kadar urat dalam darah dan kemih yang meningkat. Berdaya mengurangi sintesis asam urat berdasar persaingan substrat enzim xantin-oksidase (XO). Akibatnya perombakan hipoxanthin dikurangi dan sintesis asam urat menurun dengan lebih kurang 50%. Setelah 1-3 minggu kadar urat mencapai nilai normal. Alopurinol juga digunakan sebagai bat pencegah selama kur sitosstatika untuk jangka waktu minimal 4 minggu, dimana perombakan cepat dari jaringan tumor dapat menimbulkan hiperurisemia sekunder. Resorpsinya dari usus baik (80%) dan cepat, tidak terikat pada protein darah. Di dalam hati obat ini diubah oleh XO menjadi oksipurinol, yang terutama diekskresi dengan kemih.
Efek Samping :  Gangguan lambung-usus dandarah, rambut rontok, sakit kepala, pusing, kerusakan hati.
 Interaksi obat :  Alopurinol menghambat metabolism semua zat yang dirombak oleh enzim XO sehingga efeknya diperkuat. Contohnya sitostatika azatioprin dan merkaptopurin yang karenanya dosisnya harus diturunkan sampai 25-30%. Daya kerja antikoagulansia danklorpropamida diperkuat. Kombinasi salisilat dan urikosurika diperbolehkan hanya dosis harus ditingkatkan karena percepatan ekskresi oksipurinol.
Dosis :  pada hiperurisemia 1 dd 100 mg p.c., bila perlu dinaikkan setiap minggu dengan 100 mg sampai maksimum 10 mg/kg/hari. Profilaksis dengan sitostatika: 600 mg sehari dimulai dengan 3 hari sebelum terapi.

5. Probenesid Derivat asam benzoate ini berdaya urikosurik (merintangi penyerapan kembali asam urat di tubuli proksimal. Kini obat ini khusus digunakan pada terapi interval serangan encok. Probenesid tidak efektif terhadap serangan akut. Pada dosis lebih rendah dari 500 mg/hr berefek paradoksal, yakni justru menghambat ekskresi urat. Obat ini juga merintangi ekskresi dari banyak obat lain,diantaranya sefalosporin, eritromisin, sulfonamide, diuretic tiazid, dan furosemide, indometasin,naproxen, dan PAS, dosisnya seringkali harus diturunkan. Resorpsinya di usus cepat dan tuntas, efek urikosurisnya dimulai setelah 30 menit dan penghambatan ekskresi penisilin setelah 2 jam. Pengikatan proteinnya 90%. Ekskresinya terutama sebagai metabolit melalui kemih. Plasma –t1/2nya 4-17 jam tergantung dosis. Efek sampingnya tidak begitu sering terjadi dan berupa gangguan lambung usus, sakit kepala, reaksi alergi kulit, sering berkemih dan kolik ginjal. Juga dapat terbentuk batu urat yang dapat diatasi dengan membuat kemih menjadi alkalis sampai pH 6,5 (dengan natrium sitrat atau bikarbonat). Jarang sekali menimbulkan kelainan darah dan nefritis. Interaksi obat. Toksisitas metotreksat dapat meningkat, hingga dosisnya hendaknya diturunkan. Salisilat di atas 1,5 g/hari dapat mengurangi efeknya, maka jangan digunakan selama terapi. Dosis: oral 2 dd 250 mg d.c. selama 1 Minggu, lalu 2 dd 500 mg, bila perlu berangsur-angsur dinaikkan sampai maksimal 2g sehari. Untuk memperpanjang daya kerja penisilin: 4 dd 500 mg, sebagai ajuvans pada gonore single-dose 1g.
B. OBAT-OBAT ANALGESIK NARKOTIK 
Analgetik narkotik disebut juga opioida (=mirip opiate), adalah obat yang daya kerjanya meniri (mimic) opioid endogen dengan memperpanjang aktivasi dari reseptorreseptor opioid. Analgesik narkotik (narkotik) bekerja terutama pada reseptor opioid khas di sistem saraf pusat, hingga persepsi nyeri dan respons emosional terhadap nyeri berubah (dikurangi). Ada 4 jenis reseptor opioid, yaitu reseptor:  1. μ (Mu), analgesic selektif endorphin, agonis morfin pendudukannya dapat menyebabkan euforia, depresi napas, miosis, penurunan motilitas saluran cerna. 2. κ (kappa): analgesic selektif dinorfin, spinal, agonis pentazosin, pendudukannya menyebabkan ketagihan-sedasi-miosis-depresi napas lebih ringan daripada agonis μ. 3. δ (delta): selektif enkefalin, analgesia sum-sum tulang belakang, efek emosi.  4. σ (sigma): pendudukannya berefek psikotomimetik dandisforia, halusinasi.
Narkotik tidak hanya menekan rangsang nyeri, tetapi juga menekan pernapasan dan batuk dengan bekerja pada pusat pernapasan dan batuk pada medulla di batang otak. Salah satu contoh dari narkotik adalah morfin, yang diisolasi dari opium, merupakan analgesic kuat yang dapat dengan cepat menekan pernapasan. Kodein tidak sekuat morfin, tetapi dapat meredakan nyeri yang ringan sampai sedang dan menekan batuk. Kodein juga dapat diklasifikasikan sebagai penekan batuk (antitussif). Banyak narkotik mempunyai efek anti batuk dan antidiare, selain dari kemampuannya meredakan nyeri. Dalam tubuh terdapat opioid (zat mirip opioid/narkotika) endogen, yaitu enkefalin, endorphin dan dinorfin. Dalam keadaan nyeri opioid endogen menduduki reseptornya untuk mengurangi nyeri. Apabila nyeri tidak tertanggulangi, dibutuhkan opioid eksogen, yaitu analgetik narkotik. Analgetik narkotik bekerja dengan menduduki sisa nosiseptor yang belum diduduki endorphin. Pada penggunaan kronis terjadi stimulasi pembentukan reseptor baru dan penghambatan produksi endorphin di ujung saraf otak. Untuk memperoleh efek analgesic yang sama semua reseptor harus diduduki, untuk itu dosis perlu dinaikkan. Akibatnya terjadilah kebiasaan (toleransi) dan ketagihan (adiksi). Efek faali: secara fisik pendudukan reseptor opioid oleh opoid edogen (enkefalin, endorphin dan dinorfin) bersifat: 1. Analgesia: rangsang listrik pada bag. tertentu otak  pean kadar endorphin  (misalnya, akupuntur cedera hebat, plasebo). 2. Efek endokrin: menstimulasi pelepasan kortikotropin, somatotropin, prolactin,  dan menghambat pelepasan LH dan FSH.  3. Pada hewan: β-endorphin: menekan pernapasan, menurunkan suhu tubuh dan menimbulkan ketagihan.
Penggunaan klinik analgesic opioid (Khasiat):  1. Analgesia: nyeri hebat, misalnya kanker, luka bakar, fraktur, nyeri pasca-bedah.  2. Batuk: sudah berkurang pemakaiannya oleh antitussiv non-narkotik.
3. Medikasi pre-anestetik danmembantu obat anestetikpasien yang nyeri: sifat sedasi, anksiolitik dan analgetik, ES atasi dengan nalokson. 

Efek samping umum opioid: 1. Supresi SSP: sedasi, depresi pernapasan danbatuk, hipotermia, perubahan suasana jiwa (mood), mual-muntah (stimulasi CTZ), dosis tinggi: menurunnya aktivitas mental danmotoris. 2. Saluran cerna: obstipasi, kontraksi sfingter kandung empedu. 3. Saluran urogenital: retensi urin, waktu persalinan diperpanjang. 4. Saluran napas: bronkhokonstriksi (pernapasan lebih dangkal danfrekwensi turun). 5. Sistem sirkulasi: vasodilatasi, hipotensi, bradikardia. 6. Histamine liberator: urticaria dangatal. 7. Kebiasaan: adiksi, bila henti → gejala abstinensi. 

Adiksi: 1. Habituasi, perubahan psikik emosional (efek psikotrop, euforia)  ketagihan. 2. Ketergantungan fisik, kebutuhan morfin karena faal danbiokimia tubuh tidak berfungsi lagi tanpa morfin. Ketergantungan fisik lazimnya lenyap sesudah 2 minggu setelah henti penggunaan obat, ketergantungan psikis sangat erat sehingga pembebasan yang tuntas sukar dicapai. 3. Toleransi, timbul terhadap efek depresi.

Gejala putus obat (abstinensi): menguap, berkeringat hebat, air mata mengalir, tidur gelisah, merasa kedinginan, muntah, diare, takhikardia, midriasis, tremor, kejang otot, reaksi psikis hebat ( gelisah, mudah marah, khawatir mati).
1. Meperidin (Petidin) Salah satu dari narkotik sistetis, UU RI No 22 1997 tentang narkotika memasukkan morfin dan petidin dalam narkotika golongan II. Petidin mempunyai masa kerja yang lebih singkat daripada morfin, dan kekuatannya berbeda-beda tergantung dari dosisnya. Petidin yang dapat diberikan per oral, intramuscular dan intravena, merupakan narkotik yang paling banyak dipakai untuk meredakan nyeri pasca pembedahan. Obat ini tidak memiliki efek antitussif, seperti halnya preparat opium. Obat ini dapat diberikan selama kehamilan, berbeda dengan preparat opium (morfin, kodein), yang tidak dapat diberikan karena ada kemungkinan efek teratogenik. Petidin tidak boleh dipakai bersama-sama alkohol atau hipnotik sedative karena kombinasi obat ini dapat menyebabkan depresi SSP aditif. Tabel 4.1.3.  memuat tentang narkotik, dosis, pemakaian dan pertimbangan pemakaian. Efek samping dan reaksi yang merugikan. Efek samping yang paling penting adalah depresi pernapasan (pernapasan <10 kali/menit), hipotensi orthostatic (turunnya tekanan darah ketika bangun dari posisi berbaring), takikardia (frekwensi denyut jantung di atas 100 denyutan per menit), mengantuk, konstipasi dan retensi urin. Juga kontriksi pupil (sebagai tanda intoksikasi), toleransi dan ketergantungan psikologis dan fisik dapat terjadi pada penggunaan jangka panjang. Peningkatan metabolisme narkotik menyebabkan terjadinya toleransi, sehingga diperlukan dosis yang lebih tinggi. Jika pemakaian kronik dari narkotik dihentikan, gejalagejala putus obat (sindroma abstinensi) biasanya terjadi dalam waktu 24-48 jam setelah pemakaian narkotik terakhir. Sindroma abstinensi disebabkan oleh ketergantungan fisik berupa iritabilitas, diaforesis (berkeringat), gelisah, kedutan otot, serta meningkatnya denyut jantung dan tekanan darah adalah contoh-contoh dari gejala-gejala putus obat. Kontraindikasi. Pemakaian analgesic narkotik adalah kontraindikasi bagi pasien dengan cedera kepala. Narkotik memperlambat pernapasan sehingga mengakibatkan penumpukan karbondioksida (CO2). Dengan bertambahnya retensi CO2 , pembuluh darah berdilatasi (vasodilatasi), terutama pembuluh darah otak, yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan intracranial. Narkotik dimetabolit dalam hati dan diekskresikan melalui urin, maka dikontraindikasikan dengan penderita penyakit hati, ginjal, dan paru-paru yang berat. Bagi orang lanjut usia atau orang yang debil, dosis narkotik biasanya perlu dikurangi.
Tabel 3. Analgesik Narkotika



2. Agonis-antagonis Narkotik Dalam 20 tahun terakhir ini, narkotik campuran agonis-antagonis, yaitu suatu pengobatan di mana narkotik antagonis, seperti nalokson ditambahkan pada narkotik agonis, dikembangkan dengan harapan dapat mengurangi penyalahgunaan narkotik. Nalokson digunakan sebagai antidotum pada overdosis narkotik pasca-operasif atau secara diagnosis sebagai penentu terhadap adiksi (ketagihan, pecandu). Naltrekson adalah derivate nalokson yang bersifat antagonis murni narkotik digunakan sebagai obat anti-ketagihan narkotik. Nalorfin berefek disforia maka digunakan pada overdosis narkotik bila nalokson tidak tersedia. Pentazosin, analgesic narkotik campuran, agonis kuat reseptor K (tidak mengantagonis depresi napas oleh morfin), antagonis lemah reseptor μ. Pentazosin mengalami metabolisme lintas pertama sehingga diberikan dalam bentuk injeksi (IM dan IV). Obat-obat ini memulihkan depresi pernapasan dan SSP akibat narkotik.



Tabel 4. membedakan tempat kerja agonis antagonis opioid pada reseptornya.
3. Program Pengobatan Metadon di seluruh negeri terdapat banyak program pengobatan metadon untuk membantu orang dengan adiksi narkotik untuk melepaskan diri dari heroin atau narkotik yang serupa tanpa mengalami gejala-gejala putus obat. Metadon adalah narkotik, tetapi lebih sedikit mengakibatkan ketergantungan daripada narkotik yang digantikannya. Waktu paruh metadon lebih panjang daripada kebanyakan narkotik sehingga hanya perlu diberikan sekali sehari.  Ada dua jenis program metadon: program pelepasan atau program pemeliharaan. Dalam program pelepasan, orang yang bersangkutan menerima satu dosis metadon untuk dua hari pertama yang kira-kira sama dengan dosis “obat” yang diadiksi. Setelah dua hari, dosis metadon dikurangi 5-10 mg sampai orang tersebut sepenuhnya lepas dari metadon. Dalam program pemeliharaan, orang tersebut diberikan metadon dalam dosis yang sama setiap hari. Dosis tersebut dapat sama atau kurang dari “obat” yang biasa dipakai, tetapi dosisnya tetap sama dari hari ke hari. Penyuluhan kepada klien a. Beritahu klien untuk tidak minum alcohol atau penekan SSP dengan setiap analgesic karena bertambahnya depresi SSP dan pernapasan. b. Anjurkan klien untuk mencari pertolongan professional dalam mengurangi adiksi narkotik. Beritahu klien mengenai pengobatan metadon dan sumber lainnya di daerah saudara. c. Peringati klien bahwa pemakaian narkotik yang terus menerus dapat menimbulkan adiksi.  d. Beritahu klien untuk melaporkan jika mengalami pusing atau sulit bernapas ketika memakai narkotik. Pusing dapat disebabkan oleh hipotensi ortostatik. Nasihatkan klien untuk berjalan dengan hati-hati atau hanya dengan bantuan. e. Beritahu klien untuk melaporkan jika mengalami konstipasi dan retensi urin.

Sumber : Wora, S., 2016, Farmakologi Buku Ajar Farmasi, Kementriak Kesehatan Republik Indonesia : Jakarta.
\Pertanyaan :
1. efek apa yang akan ditimbulkan jika pada saat penggunaan obat morfin terjadi kekurangan atau kelebihan dosis ?
2. Apakah penggunaan analgetik narkotik dalam jangka panjang dapat menyebabkan toksisitas yang berbahaya untuk tubuh?
3. mengapa penggunaan asetaminofen jangka panjang dapat menjadi toksik pada sel hati ?
4. pada keadaan seperti apa kita dpat menggunakan analgetik narkotika?
5. Apakah struktur senyawa dapat mempengaruhi aktivitas obat analgetik?
6. Bagaimana cara mengurangi efek samping dri obat nyeri trsbt ? 
7. reseptor seperti apa yang bisa mengikat obat codein?
8. obat analgetik apa yang cukup aman untuk digunakan oleh ibu hamil/menyusui?
9. disebutkan kalo petidin dapat diberikan per oral, intramuscular dan intravena, nah rute mana yng paling baik? 
10. analgetik seperti apa yang disarankan pada ibu hamil yang mengalami nyeri berat misalnya pascaoperasi?

ANTIHISTAMIN

ANTIHISTAMIN HUBUNGAN STRUKTUR AKTIFITAS OBAT ANTIHISTAMIN A. HISTAMIN Adalah senyawa normal yang ada di dalam jaringan tubuh, y...