Obat Analgetik Nonnarkotik dan Narkotik
Analgesik,
baik nonnarkotik maupun narkotik, diresepkan untuk meredakan nyeri; pilihan
obat tergantung dari beratnya nyeri. Nyeri yang ringan sampai sedang dari otot
rangka dan sendi sering kali diredakan dengan pemakaian analgesic nonnarkotik.
Nyeri yang sedang sampai berat pada otot polos, organ, dan tulang biasanya
membutuhkan analgesik narkotik.
Jenis-jenis
Nyeri Nyeri adalah perasaan sensoris dan
emosional yang tidak enak dan yang berkaitan dengan (ancaman) kerusakan
jaringan. Ada lima klasifikasi dan jenis nyeri, yaitu nyeri: 1. akut yang dapat ringan, sedang, atau
berat; 2. kronik; 3. superficial; 4. somatic (tulang, otot rangka dan
sendi); 5. visceral atau nyeri dalam.
Tabel 1.
memuat jenis-jenis nyeri dan kelompok obat yang mungkin efektif untuk meredakan
masing-masing jenis nyeri.
A.
OBAT-OBAT ANALGESIK NONNARKOTIK
Analgetik
nonnarkotik tidak bersifat adiktif dan kurang kuat dibandingkan dengan
analgesic narkotik. Analgetik nonnarkotik juga disebut analgetik perifer karena
merintangi terbentuknya rangsangan pada reseptor nyeri perifer. Obat-obat ini
dipakai untuk mengobati nyeri yang
ringan sampai sedang dan dapat dibeli bebas. Obat-obat ini efektif untuk
nyeri tumpul pada sakit kepala, dismenore (nyeri menstruasi), nyeri pada inflamasi,
abrasi minor, nyeri otot dan arthritis ringan sampai sedang. Kebanyakan
analgesic menurunkan suhu tubuh yang
meningkat, sehingga mempunyai efek antipiretik. Beberapa analgesic,
seperti aspirin, mempunyai efek antiinflamasi dan juga efek antikoagulan.
1. Salisilat
dan Obat-obat Antiinflamasi Nonsteroid Aspirin adalah analgesic tertua yang
dipasarkan Bayer, kini aspirin dapat dibeli dengan bermacam-macam nama Naspro,
Remasal, dan lain-lain. Aspirin juga berefek antipiretik dan antiinflamasi.
Aspirin tidak boleh diberikan pada anak yang mengalami demam dan berusia di
bawah 12 tahun, apapun sebabnya, karena adanya bahaya sindroma Reye (problem
neurologist yang berhubungan dengan infeksi virus dan diobati dengan
salisilat). Asetaminofen merupakan pengganti yang dipakai pada keadaan
ini. Aspirin berefek antiinflamasi
bersama dengan obat-obat antiinflamasi nonsteroid (NSAIDs = nonsteroidal
antiinflammatory drugs) meredakan nyeri dengan menghambat sintesis prostaglandin.
Prostaglandin menumpuk pada tempat jaringan yang terluka, sehingga menyebabkan
inflamasi dan nyeri. NSAIDs yang memiliki efek analgesic adalah ibuprofen,
fenoprofen dan suprofen dari kelompok asam propionate. Selain efek analgesiknya
aspirin juga mengurangi agregasi platelet (pembekuan darah). Oleh karena itu,
beberapa dokter meresepkan satu tablet aspirin dosis 100 mg setiap hari atau
tiap dua hari sekali sebagai usaha untuk mencegah serangan iskemik sementara
(TIAs = transient ischemic attacks, atau stroke ringan), serangan jantung atau
episode tromboemboli.
Gambar 1. Pembentukkan prostaglandin
melalui jalur asam arachidonat
Keterangan:
PGE2, PGF2, PGD2 = prostaglandin
a. Obat mirip
aspirin menghambat enzim siklooksigenase (KOKS) membentuk prostaglandin (PGE2),
prostasiklin (PGI2), dan tromboksan (TXA2).
b. 3 langkah
Inflamasi: 1) Fase akut: vasodilatasi lokal danpe↑an permeabilitas kapiler. 2)
Reaksi lambat, tahap subakut: infiltrasi sel leukosit danfagosit. 3) Fase
proliferatif kronik: degenerasi danfibrosis. Gejala inflamasi: kalor (demam),
rubor (kemerahan), tumor (bengkak), dolor (nyeri) danfunctio laesa (kegagalan
fungsi) pada tempat inflamasi.
c. Nyeri:
PgE2 menimbulkan ‘hiperalgesia’ nosiseptor → mediator kimiawi (bradikinin
danhistamin) merangsangnya → nyeri yang nyata
d. Demam: Alat
pengatur suhu tubuh ada di hipotalamus, prostaglandin (PGE2) yang disuntikkan
ke ventrikel serebral atau hipotalamus menimbulkan demam. Antipiretik hanya
menurunkan suhu badan pada keadaan demam.
Efek Samping dan Reaksi yang Merugikan
Efek samping
yang sering terjadi dari aspirin dan
NSAIDs adalah iritasi lambung. Obatobat ini harus dipakai bersama-sama makanan,
atau pada waktu makan atau segelas cairan untuk membantu mengurangi masalah
ini. Jika aspirin atau piroksikam dipakai untuk dismenore selama dua hari
pertama menstruasi, mungkin terjadi perdarahan yang lebih banyak (lebih banyak
pada aspirin daripada ibuprofen). a. Iritasi lambung: Obat bersifat asam →
terkumpul dalam sel bersifat asam (lambung, ginjal danjaringan inflamasi). 1) Iritasi lokal: difusi kembali asam lambung
ke mukosa →
kerusakan jaringan → perdarahan. 2) Iritasi sistemik: hambat pembentukan PGE2
(Prostaglandin bersifat menghambat sekresi asam lambung) danPGI2 (Prostasiklin
bersifat merangsang sekresi mukus usus halus/sitoprotektif) di mukosa lambung.
b. Gangguan fungsi trombosit: hambat pembentukan TXA2 → perpanjangan waktu perdarahan
→
obat antitrombotik. c. Nefropati analgesik: penurunan aliran darah ke ginjal
(prostaglandin bersifat vasodilatasi arteri ginjal) dan kecepatan filtrasi
glomeruli berkurang → Perhatian: hipovolemia, sirosis hepatis dengan asites
dangagal jantung. d. Hipersensitivitas: urtikaria, asma bronkial, hipotensi
sampai syok.
2.
Asetaminofen (asetaminofenol, derivate para-aminofenol) adalah obat tanpa resep
yang popular yang dipakai oleh bayi, anak-anak, dewasa dan orang lanjut usia
untuk nyeri, rasa tidak enak dan demam. Obat ini merupakan 25% dari semua obat
yang dijual. Asetaminofen merupakan obat analgesic dan antipiretik yang aman
dan efektif untuk pegal dan nyeri otot dan demam akibat infeksi virus. Obat ini
hanya menimbulkan gangguan lambung yang ringan atau tidak sama sekali dan tidak
mengganggu agregasi platelet. Tidak ada kaitan antara asetaminofen dengan
sindroma Reye, tidak menambah perdarahan jika dipakai untuk dismenore, tidak
mempunyai daya antiinflamasi, seperti aspirin.
Farmakokinetik
Asetaminofen diabsorpsi dengan baik dari gastrointestinal. Karena waktu-paruh
asetaminofen pendek, maka dapat diberikan setiap 4 jam sekali jika perlu dengan
dosis maksimum 2,5-4 g/hari. Lebih dari 85% asetaminofen dimetabolisir menjadi
metabolit oleh hati. Dosis tinggi atau takar layak dapat menjadi toksik
terhadap sel-sel hati, oleh karena itu jika dosis tinggi diberikan untuk jangka
panjang, kadar asetaminofen serum harus dipantau. Batas serum terapeutik adalah
5-20 mikrogram/mL. Kadar enzim hati SGOT/SGPT, SGPT/ALT, fosfatase alkali (ALP)
dan bilirubin serum harus dipantau. Efek Samping dan Reaksi yang Merugikan
Takar layak asetaminofen dapat menjadi sangat toksik terhadap sel-sel hati,
menimbulkan hepatotoksisitas. Kematian dapat terjadi dalam waktu 1-4 hari
karena timbulnya nekrosis hati. Tabel 2 memuat analgesic nonnarkotik yang
sering dipakai, dosis, pemakaian dan pertimbangan pemakaiannya
Tabel 2. Analgesic nonnarkotik yang
sering dipakai, dosis, pemakaian dan pertimbangan pemakaiannya
3. Kolkisin
berkhasiat anti-inflamasi spesifik terhadap penyakit encok serta tidak berefek
analgesic. Kolkisin mencegah pelepasan glikoprotein dari leukosit yang pada penderita
gout menyebabkan nyeri. Kolkisin
diabsorpsi melalui saluran cerna dengan baik serta terdistribusi luas dalam
jaringan tubuh. Kadar tinggi terdapat di ginjal, hati, limpa dan saluran cerna,
tetapi tidak terdapat di otot rangka, jantung dan otak. Sebagian besar kolkisin
diekskresi dalam bentuk utuh melalui tinja dan 10-20% diekskresi melalui urin.
Indikasi: kolkisin digunakan untuk pirai danartritis lain serta sebagai
profilaksis serangan pirai (bersama alopurinol) Efek Samping: rambut rontok, neuritis,
depresi sum-sum tulang, kerusakan
ginjal. Wanita hamil danibu menyusui tidak dianjurkan. Dosis: pada serangan akut, oral 1 mg lalu 0,5
mg tiap 2 jam sampai maksimal 8 mg atau timbul diare. Kur tidak boleh diulang
dalam jangka waktu 3 hari. Profilaksis (terapi kombinasi) 0,5-1,5 mg malam hari
setiap dua hari.
4. Alopurinol.
Derivat pirimidin ini efektif sekali untuk menormalkan kadar urat dalam darah
dan kemih yang meningkat. Berdaya mengurangi sintesis asam urat berdasar
persaingan substrat enzim xantin-oksidase (XO). Akibatnya perombakan
hipoxanthin dikurangi dan sintesis asam urat menurun dengan lebih kurang 50%.
Setelah 1-3 minggu kadar urat mencapai nilai normal. Alopurinol juga digunakan
sebagai bat pencegah selama kur sitosstatika untuk jangka waktu minimal 4
minggu, dimana perombakan cepat dari jaringan tumor dapat menimbulkan
hiperurisemia sekunder. Resorpsinya dari usus baik (80%) dan cepat, tidak
terikat pada protein darah. Di dalam hati obat ini diubah oleh XO menjadi
oksipurinol, yang terutama diekskresi dengan kemih.
Efek Samping
: Gangguan lambung-usus dandarah, rambut
rontok, sakit kepala, pusing, kerusakan hati.
Interaksi obat : Alopurinol menghambat metabolism semua zat
yang dirombak oleh enzim XO sehingga efeknya diperkuat. Contohnya sitostatika
azatioprin dan merkaptopurin yang karenanya dosisnya harus diturunkan sampai
25-30%. Daya kerja antikoagulansia danklorpropamida diperkuat. Kombinasi
salisilat dan urikosurika diperbolehkan hanya dosis harus ditingkatkan karena
percepatan ekskresi oksipurinol.
Dosis : pada hiperurisemia 1 dd 100 mg p.c., bila
perlu dinaikkan setiap minggu dengan 100 mg sampai maksimum 10 mg/kg/hari.
Profilaksis dengan sitostatika: 600 mg sehari dimulai dengan 3 hari sebelum
terapi.
5. Probenesid
Derivat asam benzoate ini berdaya urikosurik (merintangi penyerapan kembali
asam urat di tubuli proksimal. Kini obat ini khusus digunakan pada terapi
interval serangan encok. Probenesid tidak efektif terhadap serangan akut. Pada
dosis lebih rendah dari 500 mg/hr berefek paradoksal, yakni justru menghambat
ekskresi urat. Obat ini juga merintangi ekskresi dari banyak obat
lain,diantaranya sefalosporin, eritromisin, sulfonamide, diuretic tiazid, dan
furosemide, indometasin,naproxen, dan PAS, dosisnya seringkali harus
diturunkan. Resorpsinya di usus cepat dan tuntas, efek urikosurisnya dimulai
setelah 30 menit dan penghambatan ekskresi penisilin setelah 2 jam. Pengikatan
proteinnya 90%. Ekskresinya terutama sebagai metabolit melalui kemih. Plasma
–t1/2nya 4-17 jam tergantung dosis. Efek sampingnya tidak begitu sering terjadi
dan berupa gangguan lambung usus, sakit kepala, reaksi alergi kulit, sering
berkemih dan kolik ginjal. Juga dapat terbentuk batu urat yang dapat diatasi
dengan membuat kemih menjadi alkalis sampai pH 6,5 (dengan natrium sitrat atau
bikarbonat). Jarang sekali menimbulkan kelainan darah dan nefritis. Interaksi
obat. Toksisitas metotreksat dapat meningkat, hingga dosisnya hendaknya
diturunkan. Salisilat di atas 1,5 g/hari dapat mengurangi efeknya, maka jangan
digunakan selama terapi. Dosis: oral 2 dd 250 mg d.c. selama 1 Minggu, lalu 2
dd 500 mg, bila perlu berangsur-angsur dinaikkan sampai maksimal 2g sehari.
Untuk memperpanjang daya kerja penisilin: 4 dd 500 mg, sebagai ajuvans pada
gonore single-dose 1g.
B. OBAT-OBAT ANALGESIK NARKOTIK
Analgetik
narkotik disebut juga opioida (=mirip opiate), adalah obat yang daya kerjanya
meniri (mimic) opioid endogen dengan memperpanjang aktivasi dari
reseptorreseptor opioid. Analgesik narkotik (narkotik) bekerja terutama pada
reseptor opioid khas di sistem saraf pusat, hingga persepsi nyeri dan respons
emosional terhadap nyeri berubah (dikurangi). Ada 4 jenis reseptor opioid,
yaitu reseptor: 1. μ (Mu), analgesic
selektif endorphin, agonis morfin pendudukannya dapat menyebabkan euforia,
depresi napas, miosis, penurunan motilitas saluran cerna. 2. κ (kappa):
analgesic selektif dinorfin, spinal, agonis pentazosin, pendudukannya
menyebabkan ketagihan-sedasi-miosis-depresi napas lebih ringan daripada agonis
μ. 3. δ (delta): selektif enkefalin, analgesia sum-sum tulang belakang, efek
emosi. 4. σ (sigma): pendudukannya
berefek psikotomimetik dandisforia, halusinasi.
Narkotik
tidak hanya menekan rangsang nyeri, tetapi juga menekan pernapasan dan batuk
dengan bekerja pada pusat pernapasan dan batuk pada medulla di batang otak.
Salah satu contoh dari narkotik adalah morfin, yang diisolasi dari opium,
merupakan analgesic kuat yang dapat dengan cepat menekan pernapasan. Kodein
tidak sekuat morfin, tetapi dapat meredakan nyeri yang ringan sampai sedang dan
menekan batuk. Kodein juga dapat diklasifikasikan sebagai penekan batuk
(antitussif). Banyak narkotik mempunyai efek anti batuk dan antidiare, selain
dari kemampuannya meredakan nyeri. Dalam tubuh terdapat opioid (zat mirip
opioid/narkotika) endogen, yaitu enkefalin, endorphin dan dinorfin. Dalam keadaan
nyeri opioid endogen menduduki reseptornya untuk mengurangi nyeri. Apabila
nyeri tidak tertanggulangi, dibutuhkan opioid eksogen, yaitu analgetik
narkotik. Analgetik narkotik bekerja dengan menduduki sisa nosiseptor yang
belum diduduki endorphin. Pada penggunaan kronis terjadi stimulasi pembentukan
reseptor baru dan penghambatan produksi endorphin di ujung saraf otak. Untuk
memperoleh efek analgesic yang sama semua reseptor harus diduduki, untuk itu
dosis perlu dinaikkan. Akibatnya terjadilah kebiasaan (toleransi) dan ketagihan
(adiksi). Efek faali: secara fisik pendudukan reseptor opioid oleh opoid edogen
(enkefalin, endorphin dan dinorfin) bersifat: 1. Analgesia: rangsang listrik
pada bag. tertentu otak pean kadar endorphin
(misalnya, akupuntur cedera hebat, plasebo). 2. Efek endokrin:
menstimulasi pelepasan kortikotropin, somatotropin, prolactin, dan menghambat pelepasan LH dan FSH. 3. Pada hewan: β-endorphin: menekan pernapasan,
menurunkan suhu tubuh dan menimbulkan ketagihan.
Penggunaan
klinik analgesic opioid (Khasiat): 1.
Analgesia: nyeri hebat, misalnya kanker, luka bakar, fraktur, nyeri
pasca-bedah. 2. Batuk: sudah berkurang
pemakaiannya oleh antitussiv non-narkotik.
3. Medikasi
pre-anestetik danmembantu obat anestetikpasien yang nyeri: sifat sedasi,
anksiolitik dan analgetik, ES atasi dengan nalokson.
Efek samping
umum opioid: 1. Supresi SSP: sedasi, depresi pernapasan danbatuk, hipotermia,
perubahan suasana jiwa (mood), mual-muntah (stimulasi CTZ), dosis tinggi:
menurunnya aktivitas mental danmotoris. 2. Saluran cerna: obstipasi, kontraksi
sfingter kandung empedu. 3. Saluran urogenital: retensi urin, waktu persalinan
diperpanjang. 4. Saluran napas: bronkhokonstriksi (pernapasan lebih dangkal
danfrekwensi turun). 5. Sistem sirkulasi: vasodilatasi, hipotensi, bradikardia.
6. Histamine liberator: urticaria dangatal. 7. Kebiasaan: adiksi, bila henti →
gejala abstinensi.
Adiksi: 1.
Habituasi, perubahan psikik emosional (efek psikotrop, euforia) ketagihan. 2.
Ketergantungan fisik, kebutuhan morfin karena faal danbiokimia tubuh tidak
berfungsi lagi tanpa morfin. Ketergantungan fisik lazimnya lenyap sesudah 2
minggu setelah henti penggunaan obat, ketergantungan psikis sangat erat
sehingga pembebasan yang tuntas sukar dicapai. 3. Toleransi, timbul terhadap
efek depresi.
Gejala putus
obat (abstinensi): menguap, berkeringat hebat, air mata mengalir, tidur
gelisah, merasa kedinginan, muntah, diare, takhikardia, midriasis, tremor,
kejang otot, reaksi psikis hebat ( gelisah, mudah marah, khawatir mati).
1. Meperidin
(Petidin) Salah satu dari narkotik sistetis, UU RI No 22 1997 tentang narkotika
memasukkan morfin dan petidin dalam narkotika golongan II. Petidin mempunyai
masa kerja yang lebih singkat daripada morfin, dan kekuatannya berbeda-beda
tergantung dari dosisnya. Petidin yang dapat diberikan per oral, intramuscular
dan intravena, merupakan narkotik yang paling banyak dipakai untuk meredakan
nyeri pasca pembedahan. Obat ini tidak memiliki efek antitussif, seperti halnya
preparat opium. Obat ini dapat diberikan selama kehamilan, berbeda dengan
preparat opium (morfin, kodein), yang tidak dapat diberikan karena ada
kemungkinan efek teratogenik. Petidin tidak boleh dipakai bersama-sama alkohol
atau hipnotik sedative karena kombinasi obat ini dapat menyebabkan depresi SSP
aditif. Tabel 4.1.3. memuat tentang
narkotik, dosis, pemakaian dan pertimbangan pemakaian. Efek samping dan reaksi
yang merugikan. Efek samping yang paling penting adalah depresi pernapasan
(pernapasan <10 kali/menit), hipotensi orthostatic (turunnya tekanan darah
ketika bangun dari posisi berbaring), takikardia (frekwensi denyut jantung di
atas 100 denyutan per menit), mengantuk, konstipasi dan retensi urin. Juga
kontriksi pupil (sebagai tanda intoksikasi), toleransi dan ketergantungan
psikologis dan fisik dapat terjadi pada penggunaan jangka panjang. Peningkatan
metabolisme narkotik menyebabkan terjadinya toleransi, sehingga diperlukan
dosis yang lebih tinggi. Jika pemakaian kronik dari narkotik dihentikan,
gejalagejala putus obat (sindroma abstinensi) biasanya terjadi dalam waktu
24-48 jam setelah pemakaian narkotik terakhir. Sindroma abstinensi disebabkan
oleh ketergantungan fisik berupa iritabilitas, diaforesis (berkeringat),
gelisah, kedutan otot, serta meningkatnya denyut jantung dan tekanan darah
adalah contoh-contoh dari gejala-gejala putus obat. Kontraindikasi. Pemakaian
analgesic narkotik adalah kontraindikasi bagi pasien dengan cedera kepala.
Narkotik memperlambat pernapasan sehingga mengakibatkan penumpukan karbondioksida
(CO2). Dengan bertambahnya retensi CO2 , pembuluh darah berdilatasi
(vasodilatasi), terutama pembuluh darah otak, yang dapat menyebabkan
peningkatan tekanan intracranial. Narkotik dimetabolit dalam hati dan
diekskresikan melalui urin, maka dikontraindikasikan dengan penderita penyakit
hati, ginjal, dan paru-paru yang berat. Bagi orang lanjut usia atau orang yang
debil, dosis narkotik biasanya perlu dikurangi.
Tabel 3. Analgesik Narkotika
2. Agonis-antagonis
Narkotik Dalam 20 tahun terakhir ini, narkotik campuran agonis-antagonis, yaitu
suatu pengobatan di mana narkotik antagonis, seperti nalokson ditambahkan pada
narkotik agonis, dikembangkan dengan harapan dapat mengurangi penyalahgunaan narkotik.
Nalokson digunakan sebagai antidotum pada overdosis narkotik pasca-operasif
atau secara diagnosis sebagai penentu terhadap adiksi (ketagihan, pecandu).
Naltrekson adalah derivate nalokson yang bersifat antagonis murni narkotik
digunakan sebagai obat anti-ketagihan narkotik. Nalorfin berefek disforia maka
digunakan pada overdosis narkotik bila nalokson tidak tersedia. Pentazosin,
analgesic narkotik campuran, agonis kuat reseptor K (tidak mengantagonis
depresi napas oleh morfin), antagonis lemah reseptor μ. Pentazosin mengalami
metabolisme lintas pertama sehingga diberikan dalam bentuk injeksi (IM dan IV).
Obat-obat ini memulihkan depresi pernapasan dan SSP akibat narkotik.
Tabel 4. membedakan tempat kerja agonis
antagonis opioid pada reseptornya.
3. Program
Pengobatan Metadon di seluruh negeri terdapat banyak program pengobatan metadon
untuk membantu orang dengan adiksi narkotik untuk melepaskan diri dari heroin
atau narkotik yang serupa tanpa mengalami gejala-gejala putus obat. Metadon
adalah narkotik, tetapi lebih sedikit mengakibatkan ketergantungan daripada
narkotik yang digantikannya. Waktu paruh metadon lebih panjang daripada
kebanyakan narkotik sehingga hanya perlu diberikan sekali sehari. Ada dua jenis program metadon: program
pelepasan atau program pemeliharaan. Dalam program pelepasan, orang yang
bersangkutan menerima satu dosis metadon untuk dua hari pertama yang kira-kira
sama dengan dosis “obat” yang diadiksi. Setelah dua hari, dosis metadon
dikurangi 5-10 mg sampai orang tersebut sepenuhnya lepas dari metadon. Dalam
program pemeliharaan, orang tersebut diberikan metadon dalam dosis yang sama
setiap hari. Dosis tersebut dapat sama atau kurang dari “obat” yang biasa
dipakai, tetapi dosisnya tetap sama dari hari ke hari. Penyuluhan kepada klien
a. Beritahu klien untuk tidak minum alcohol atau penekan SSP dengan setiap
analgesic karena bertambahnya depresi SSP dan pernapasan. b. Anjurkan klien
untuk mencari pertolongan professional dalam mengurangi adiksi narkotik.
Beritahu klien mengenai pengobatan metadon dan sumber lainnya di daerah
saudara. c. Peringati klien bahwa pemakaian narkotik yang terus menerus dapat
menimbulkan adiksi. d. Beritahu klien
untuk melaporkan jika mengalami pusing atau sulit bernapas ketika memakai
narkotik. Pusing dapat disebabkan oleh hipotensi ortostatik. Nasihatkan klien
untuk berjalan dengan hati-hati atau hanya dengan bantuan. e. Beritahu klien
untuk melaporkan jika mengalami konstipasi dan retensi urin.
Sumber : Wora, S., 2016, Farmakologi Buku Ajar Farmasi, Kementriak Kesehatan Republik Indonesia : Jakarta.
\Pertanyaan :
1. efek apa yang akan ditimbulkan jika pada saat penggunaan obat morfin terjadi kekurangan atau kelebihan dosis ?
2. Apakah penggunaan analgetik narkotik dalam jangka panjang dapat menyebabkan toksisitas yang berbahaya untuk tubuh?
3. mengapa penggunaan asetaminofen jangka panjang dapat menjadi toksik pada sel hati ?
4. pada keadaan seperti apa kita dpat menggunakan analgetik narkotika?
5. Apakah struktur senyawa dapat mempengaruhi aktivitas obat analgetik?
6. Bagaimana cara mengurangi efek samping dri obat nyeri trsbt ?
7. reseptor seperti apa yang bisa mengikat obat codein?
8. obat analgetik apa yang cukup aman untuk digunakan oleh ibu hamil/menyusui?
9. disebutkan kalo petidin dapat diberikan per oral, intramuscular dan intravena, nah rute mana yng paling baik?
10. analgetik seperti apa yang disarankan pada ibu hamil yang mengalami nyeri berat misalnya pascaoperasi?
\Pertanyaan :
1. efek apa yang akan ditimbulkan jika pada saat penggunaan obat morfin terjadi kekurangan atau kelebihan dosis ?
2. Apakah penggunaan analgetik narkotik dalam jangka panjang dapat menyebabkan toksisitas yang berbahaya untuk tubuh?
3. mengapa penggunaan asetaminofen jangka panjang dapat menjadi toksik pada sel hati ?
4. pada keadaan seperti apa kita dpat menggunakan analgetik narkotika?
5. Apakah struktur senyawa dapat mempengaruhi aktivitas obat analgetik?
6. Bagaimana cara mengurangi efek samping dri obat nyeri trsbt ?
7. reseptor seperti apa yang bisa mengikat obat codein?
8. obat analgetik apa yang cukup aman untuk digunakan oleh ibu hamil/menyusui?
9. disebutkan kalo petidin dapat diberikan per oral, intramuscular dan intravena, nah rute mana yng paling baik?
10. analgetik seperti apa yang disarankan pada ibu hamil yang mengalami nyeri berat misalnya pascaoperasi?
8. contoh analgetik yang aman bagi ibu hamil seperti asam mefenamat dan ibuprofen
BalasHapusbisa di jelaskan ga yanti kenapa dua obat tersebut aman ?
HapusHai Tania sedikit menambahkan untuk jawaban no. 8. Dalam upaya mencegah terjadinya yang tidak diharapkan dari obat-obat yang diberikan selama kehamilan, maka oleh U.S. Food and Drug Administration (FDA-USA) maupun Australia Drug Evaluation Commitee, obat-obat dikategorikan sebagai berikut ( Anonim, 2008):
Hapus1) Kategori A:
Yang termasuk dalam kategori ini adalah obat-obat yang telah banyak digunakan oleh wanita hamil tanpa disertai kenaikan frekuensi malformasi janin atau pengaruh buruk lainnya. Obat-obat yang termasuk dalam kategori A antara lain adalah parasetamol.
4. Analgetik narkotik digunakan untuk meredakan nyeri sedang sampai hebat dan nyeri yang bersumber dari organ visera.
BalasHapusapakah penggunaan analgetik narkotil tidak menyebabkan ketergantungan ? ?
Hapusanalgetik narkotik umumnya dapat menyebabkan ketergantungan, hal ini terjadi karena analgetik narkotik dapat bekerja dengan reseptor yang ada di sistem saraf pusat (SSP) dalam waktu yang lama.
Hapusterimakasih aisyah, bagaimana cara penghentian obat analgetik narkotika ?
Hapusjawaban no 3. Asetaminofen merupakan analgetik yang proses metabolismenya di hati. Pada penggunaan dosis yang berlebih dan dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan terjadinya toksisitas pada organ hati.
BalasHapusdapatkah kita memperkecil terjadinya toksisitas pada hati day ? tolong jelaskan bagaimana caranya?
Hapusjawaban no 6 , cara mengurangi efek samping dari obat nyeri yg mana nih tan ? wkwkkw
BalasHapussemisal mengiritasi lambung berarti gunakan yg selektif cox2 , atau menimbulkan mual minumnya setelah makan atau jangan dalam keadaan kosong , atau kalau mau minimal sekali 😂 kurangi konsumsi obat , nyeri dikit minum obat 😂 sebaiknya dihindari
berarti obatnya dapat di kombinasi ya soy ? apakah ada cara penggunaan khusus jika mengkonsumsi obat ini dengan kombinasi obat lain ?
Hapussaya akan mncoba mnjwab pertanyaan nmr 10
BalasHapusmnrt artikel yg saya baca utk analgetik pasca oprasi ibu hamil biasa di gunakan ibuprofen 400 mg
saya akan mncoba mnjwab pertanyaan nmr 9
BalasHapuslebih baik scra intravena krn lngsg melalui aliran darah dan menuju target langsung
apakah itu tidak berbahaya ana ? mengingat efek yang ditimbulkan langsung ? sehingga efek samping juga langsung terasa?
Hapussaya akan mncoba mnjwab pertanyaan nmr 6
BalasHapusmnrt saya utk mngurangi rasa nyeri ini biasanya istirahat yg ckup, olhrga dan minum air hangat
baik ana, saya sependapat juga dengan ana
Hapussaya akan mncoba mnjwab prtanyaan nmr 1
BalasHapustentu jika kelebihan dosis morfin akan overdose hingga mengalami kematian jika kekurangan maka efek terapi tdk trcapai
iya benar, jika dosisnya kurang tentu efek terapi obat tidak akan tercapai, dan jika kelebihan tentu akan menimblkan Efek samping yang fatal bahkan menyebabkan kematian
Hapuspada dosis berapakah efekfarmakologi obat tercapai dengan sempurna ?
Hapussaya akan menjawab pertanyaan no 2,jika mengkonsumsi obat analgetik dalam jangka panjang dapat menyebab kan overdosis,ketergangtungan dan bahhkan dapat merusak ginjal
BalasHapusbagaimana bisa menyebabkan overdosis tami ? sedangkan dalam pengonsumsiannya dokter pasti menyaran kan dosis yang sesuai dan tidak melewati batas dosis maksimum?
HapusSaya membantu menjawab tan.
HapusOverdosis ini bisa disebabkan karena penggunaan obat oleh pasien nya. Jadi gini, dokter telah memberikan dosis obat yang telah sesuai dan tidak melewati DM. Namun, jika dokter tidak memberikan informasi pemakaian obat tersebut, itu kemungkinan bisa terjadi overdosis. Oleh karena itu, peran apoteker memberikan pelayanan informasi obat (PIO) untuk mencegah hal tersebut terjadi.
2. iya, selain itu jika telah digunakan dalam jangka panjang dan ketika dihentikan dapat menimbulkan gejala putus obat seperti kegelisahan
BalasHapusjadi utuk menghentikan obatnya mesti dilakukan pengurangan dosis secara berkala ?
Hapus3. karena tempat metabolisme dari asetaminofen berlangsung di organ hati, buka begitu tania...
BalasHapusdimetabolisme dengan enzime p450 oksidase kah yan ?
Hapus4. anaalgetik narkotik digunakan pada nyeri sedang hingga berat, seperti nyeri setelah operasi, atau nyeri akibat suatu penyakit seperti kanker
BalasHapus7. Ada empat jenis reseptor opioid yang telah diidentifikasi: mu (µ), kappa (ƙ), beta (β), dan sigma(σ). Reseptor µ merupakan reseptor penghambat nyeri paling utama. Selain analgesia, reseptor ƙ juga menyebabkan depresi pernapasan, perasaan euforia, penurunan aktivitas GI, konstriksi pupil, dan timbulnya ketergantungan fisik. Reseptor ƙ dikaitkan dengan beberapa analgesia dan kontriksi pupil, sedasi, serta disforia. Enkefalin bereaksi dengan reseptor β dalam perifer untuk mengatur penghantaran nyeri. Reseptor sigma dapat menyebabkan dilatasi pupil dan bertanggung jawab terhadap timbulnya halusinasi, disforia, dan psikosis yang dapat terjadi akibat penggunaan narkotik.
BalasHapusuntuk reseptor spesifik dari codein saya belum ketemu referensinya. heheheh
9. yang aman dikonsumsi ibu hamil sepeti ibuprofen dan asam mefenamat
BalasHapusdosis aman penggunaan untuk ibu hamil ?
Hapus10. ketorolac
BalasHapusapakah ketorolac aman yanti ?
HapusNo.4, sepengetahuan saya, penggunaan analgetik narkotika digunakan untuk mnegatasi nyeri hebat yang tidak dapat ditangani oleh analgetik non narkotika
BalasHapusya saya ingin menambahkan, penggunaannya seperti untuk meredakan nyeri pasca operasi
HapusNomor 7 yaitu Ada 3 jenis utama reseptor opioid yaitu μ (mu), κ (kappa), dan δ (delta). Ketiga jenis reseptor termasuk pada jenis reseptor yang berpasangan dengan protein G1 dan memiliki subtype : mu1, mu2, Delta1, Delta2, kappa1, kappa2, dan kappa3. Karena suatu opioid dapat berfungsi dengan potensi yang berbeda sebagai suatu agonis, agonis parsial, atau antagonis pada lebih dari satu jenis reseptor atau subtipe reseptor maka senyawa yang tergolong opioid dapat memiliki efek farmakologi yang beragam
BalasHapussaya akan mencoba menjawab soal no. 6
BalasHapusuntuk mengurangi efek sampingnya maka obat analgetik harus di konsumsi sesuai dosis dan aturan pakai
Menurut Puspitasari (2010), cara mengkonsumsi obat analgetik adalah sebagai berikut :
1. Semua salisilat harus diminum sesudah perut terisi makanan agar mengurangi keasaman lambung. Dalam kondisi kosong, dengan keasaman yang tinggi, ditambah minum analgetik jenis salisilat yang bersifat asam, akan memicu dan memperparah gangguan lambung dan usus.
2. Parasetamol dan antalgin dianjurkan untuk diminum sebelum perut terisi makanan. Kedua obat ini diserap oleh usus (bukan oleh lambung), sehingga bila obat telah berada dalam lambung yang kosong, begitu ada makanan, obat akan terdorong ke usus, maka proses penyerapan obat akan jauh lebih cepat
3. Parasetamol dan antalgin sebaiknya diminum dengan air yang tidak bersifat asam (jangan jus atau minuman berkarbonansi) karena akan menghambat penyerapan obat yang telah bereaksi membentuk sedikit garam dengan media asam
4. Bila penderita tidak memiliki gangguan lambung, dianjurkan minum obat golongan salisilat dengan jus yang asam karena akan mempercepat penyerapan obat oleh lambung, sehingga efek obat lebih cepat.