Jumat, 13 Oktober 2017

Obat Analgetik Nonnarkotika dan Narkotika

Obat Analgetik Nonnarkotik dan Narkotik

Analgesik, baik nonnarkotik maupun narkotik, diresepkan untuk meredakan nyeri; pilihan obat tergantung dari beratnya nyeri. Nyeri yang ringan sampai sedang dari otot rangka dan sendi sering kali diredakan dengan pemakaian analgesic nonnarkotik. Nyeri yang sedang sampai berat pada otot polos, organ, dan tulang biasanya membutuhkan analgesik narkotik.

Jenis-jenis Nyeri Nyeri adalah perasaan  sensoris dan emosional yang tidak enak dan yang berkaitan dengan (ancaman) kerusakan jaringan. Ada lima klasifikasi dan jenis nyeri, yaitu nyeri:  1. akut yang dapat ringan, sedang, atau berat; 2. kronik;  3. superficial;  4. somatic (tulang, otot rangka dan sendi);  5. visceral atau nyeri dalam.

Tabel 1. memuat jenis-jenis nyeri dan kelompok obat yang mungkin efektif untuk meredakan masing-masing jenis nyeri.


A.  OBAT-OBAT ANALGESIK NONNARKOTIK 
Analgetik nonnarkotik tidak bersifat adiktif dan kurang kuat dibandingkan dengan analgesic narkotik. Analgetik nonnarkotik juga disebut analgetik perifer karena merintangi terbentuknya rangsangan pada reseptor nyeri perifer. Obat-obat ini dipakai untuk mengobati nyeri yang  ringan sampai sedang dan dapat dibeli bebas. Obat-obat ini efektif untuk nyeri tumpul pada sakit kepala, dismenore (nyeri menstruasi), nyeri pada inflamasi, abrasi minor, nyeri otot dan arthritis ringan sampai sedang. Kebanyakan analgesic menurunkan suhu tubuh yang  meningkat, sehingga mempunyai efek antipiretik. Beberapa analgesic, seperti aspirin, mempunyai efek antiinflamasi dan juga efek antikoagulan. 
1. Salisilat dan Obat-obat Antiinflamasi Nonsteroid Aspirin adalah analgesic tertua yang dipasarkan Bayer, kini aspirin dapat dibeli dengan bermacam-macam nama Naspro, Remasal, dan lain-lain. Aspirin juga berefek antipiretik dan antiinflamasi. Aspirin tidak boleh diberikan pada anak yang mengalami demam dan berusia di bawah 12 tahun, apapun sebabnya, karena adanya bahaya sindroma Reye (problem neurologist yang berhubungan dengan infeksi virus dan diobati dengan salisilat). Asetaminofen merupakan pengganti yang dipakai pada keadaan ini.   Aspirin berefek antiinflamasi bersama dengan obat-obat antiinflamasi nonsteroid (NSAIDs = nonsteroidal antiinflammatory drugs) meredakan nyeri dengan menghambat sintesis prostaglandin. Prostaglandin menumpuk pada tempat jaringan yang terluka, sehingga menyebabkan inflamasi dan nyeri. NSAIDs yang memiliki efek analgesic adalah ibuprofen, fenoprofen dan suprofen dari kelompok asam propionate. Selain efek analgesiknya aspirin juga mengurangi agregasi platelet (pembekuan darah). Oleh karena itu, beberapa dokter meresepkan satu tablet aspirin dosis 100 mg setiap hari atau tiap dua hari sekali sebagai usaha untuk mencegah serangan iskemik sementara (TIAs = transient ischemic attacks, atau stroke ringan), serangan jantung atau episode tromboemboli.


Gambar 1. Pembentukkan prostaglandin melalui jalur asam arachidonat
Keterangan: PGE2, PGF2, PGD2 = prostaglandin
a. Obat mirip aspirin menghambat enzim siklooksigenase (KOKS) membentuk prostaglandin (PGE2), prostasiklin (PGI2), dan tromboksan (TXA2).
b. 3 langkah Inflamasi: 1) Fase akut: vasodilatasi lokal danpe↑an permeabilitas kapiler. 2) Reaksi lambat, tahap subakut: infiltrasi sel leukosit danfagosit. 3) Fase proliferatif kronik: degenerasi danfibrosis. Gejala inflamasi: kalor (demam), rubor (kemerahan), tumor (bengkak), dolor (nyeri) danfunctio laesa (kegagalan fungsi) pada tempat inflamasi.
c. Nyeri: PgE2 menimbulkan ‘hiperalgesia’ nosiseptor → mediator kimiawi (bradikinin danhistamin) merangsangnya → nyeri yang nyata
d. Demam: Alat pengatur suhu tubuh ada di hipotalamus, prostaglandin (PGE2) yang disuntikkan ke ventrikel serebral atau hipotalamus menimbulkan demam. Antipiretik hanya menurunkan suhu badan pada keadaan demam.
Efek Samping dan Reaksi yang Merugikan
Efek samping yang sering  terjadi dari aspirin dan NSAIDs adalah iritasi lambung. Obatobat ini harus dipakai bersama-sama makanan, atau pada waktu makan atau segelas cairan untuk membantu mengurangi masalah ini. Jika aspirin atau piroksikam dipakai untuk dismenore selama dua hari pertama menstruasi, mungkin terjadi perdarahan yang lebih banyak (lebih banyak pada aspirin daripada ibuprofen). a. Iritasi lambung: Obat bersifat asam → terkumpul dalam sel bersifat asam (lambung, ginjal danjaringan inflamasi).  1) Iritasi lokal: difusi kembali asam lambung ke mukosa → kerusakan jaringan → perdarahan. 2) Iritasi sistemik: hambat pembentukan PGE2 (Prostaglandin bersifat menghambat sekresi asam lambung) danPGI2 (Prostasiklin bersifat merangsang sekresi mukus usus halus/sitoprotektif) di mukosa lambung. b. Gangguan fungsi trombosit: hambat pembentukan TXA2 → perpanjangan waktu perdarahan → obat antitrombotik. c. Nefropati analgesik: penurunan aliran darah ke ginjal (prostaglandin bersifat vasodilatasi arteri ginjal) dan kecepatan filtrasi glomeruli berkurang → Perhatian: hipovolemia, sirosis hepatis dengan asites dangagal jantung. d. Hipersensitivitas: urtikaria, asma bronkial, hipotensi sampai syok.
2. Asetaminofen (asetaminofenol, derivate para-aminofenol) adalah obat tanpa resep yang popular yang dipakai oleh bayi, anak-anak, dewasa dan orang lanjut usia untuk nyeri, rasa tidak enak dan demam. Obat ini merupakan 25% dari semua obat yang dijual. Asetaminofen merupakan obat analgesic dan antipiretik yang aman dan efektif untuk pegal dan nyeri otot dan demam akibat infeksi virus. Obat ini hanya menimbulkan gangguan lambung yang ringan atau tidak sama sekali dan tidak mengganggu agregasi platelet. Tidak ada kaitan antara asetaminofen dengan sindroma Reye, tidak menambah perdarahan jika dipakai untuk dismenore, tidak mempunyai daya antiinflamasi, seperti aspirin.
Farmakokinetik Asetaminofen diabsorpsi dengan baik dari gastrointestinal. Karena waktu-paruh asetaminofen pendek, maka dapat diberikan setiap 4 jam sekali jika perlu dengan dosis maksimum 2,5-4 g/hari. Lebih dari 85% asetaminofen dimetabolisir menjadi metabolit oleh hati. Dosis tinggi atau takar layak dapat menjadi toksik terhadap sel-sel hati, oleh karena itu jika dosis tinggi diberikan untuk jangka panjang, kadar asetaminofen serum harus dipantau. Batas serum terapeutik adalah 5-20 mikrogram/mL. Kadar enzim hati SGOT/SGPT, SGPT/ALT, fosfatase alkali (ALP) dan bilirubin serum harus dipantau. Efek Samping dan Reaksi yang Merugikan Takar layak asetaminofen dapat menjadi sangat toksik terhadap sel-sel hati, menimbulkan hepatotoksisitas. Kematian dapat terjadi dalam waktu 1-4 hari karena timbulnya nekrosis hati. Tabel 2 memuat analgesic nonnarkotik yang sering dipakai, dosis, pemakaian dan pertimbangan pemakaiannya
Tabel 2. Analgesic nonnarkotik yang sering dipakai, dosis, pemakaian dan pertimbangan pemakaiannya


3. Kolkisin berkhasiat anti-inflamasi spesifik terhadap penyakit encok serta tidak berefek analgesic. Kolkisin mencegah pelepasan glikoprotein dari leukosit yang pada penderita gout menyebabkan nyeri.  Kolkisin diabsorpsi melalui saluran cerna dengan baik serta terdistribusi luas dalam jaringan tubuh. Kadar tinggi terdapat di ginjal, hati, limpa dan saluran cerna, tetapi tidak terdapat di otot rangka, jantung dan otak. Sebagian besar kolkisin diekskresi dalam bentuk utuh melalui tinja dan 10-20% diekskresi melalui urin. Indikasi: kolkisin digunakan untuk pirai danartritis lain serta sebagai profilaksis serangan pirai (bersama alopurinol) Efek Samping: rambut rontok, neuritis, depresi  sum-sum tulang, kerusakan ginjal. Wanita hamil danibu menyusui tidak dianjurkan.  Dosis: pada serangan akut, oral 1 mg lalu 0,5 mg tiap 2 jam sampai maksimal 8 mg atau timbul diare. Kur tidak boleh diulang dalam jangka waktu 3 hari. Profilaksis (terapi kombinasi) 0,5-1,5 mg malam hari setiap dua hari.
4. Alopurinol. Derivat pirimidin ini efektif sekali untuk menormalkan kadar urat dalam darah dan kemih yang meningkat. Berdaya mengurangi sintesis asam urat berdasar persaingan substrat enzim xantin-oksidase (XO). Akibatnya perombakan hipoxanthin dikurangi dan sintesis asam urat menurun dengan lebih kurang 50%. Setelah 1-3 minggu kadar urat mencapai nilai normal. Alopurinol juga digunakan sebagai bat pencegah selama kur sitosstatika untuk jangka waktu minimal 4 minggu, dimana perombakan cepat dari jaringan tumor dapat menimbulkan hiperurisemia sekunder. Resorpsinya dari usus baik (80%) dan cepat, tidak terikat pada protein darah. Di dalam hati obat ini diubah oleh XO menjadi oksipurinol, yang terutama diekskresi dengan kemih.
Efek Samping :  Gangguan lambung-usus dandarah, rambut rontok, sakit kepala, pusing, kerusakan hati.
 Interaksi obat :  Alopurinol menghambat metabolism semua zat yang dirombak oleh enzim XO sehingga efeknya diperkuat. Contohnya sitostatika azatioprin dan merkaptopurin yang karenanya dosisnya harus diturunkan sampai 25-30%. Daya kerja antikoagulansia danklorpropamida diperkuat. Kombinasi salisilat dan urikosurika diperbolehkan hanya dosis harus ditingkatkan karena percepatan ekskresi oksipurinol.
Dosis :  pada hiperurisemia 1 dd 100 mg p.c., bila perlu dinaikkan setiap minggu dengan 100 mg sampai maksimum 10 mg/kg/hari. Profilaksis dengan sitostatika: 600 mg sehari dimulai dengan 3 hari sebelum terapi.

5. Probenesid Derivat asam benzoate ini berdaya urikosurik (merintangi penyerapan kembali asam urat di tubuli proksimal. Kini obat ini khusus digunakan pada terapi interval serangan encok. Probenesid tidak efektif terhadap serangan akut. Pada dosis lebih rendah dari 500 mg/hr berefek paradoksal, yakni justru menghambat ekskresi urat. Obat ini juga merintangi ekskresi dari banyak obat lain,diantaranya sefalosporin, eritromisin, sulfonamide, diuretic tiazid, dan furosemide, indometasin,naproxen, dan PAS, dosisnya seringkali harus diturunkan. Resorpsinya di usus cepat dan tuntas, efek urikosurisnya dimulai setelah 30 menit dan penghambatan ekskresi penisilin setelah 2 jam. Pengikatan proteinnya 90%. Ekskresinya terutama sebagai metabolit melalui kemih. Plasma –t1/2nya 4-17 jam tergantung dosis. Efek sampingnya tidak begitu sering terjadi dan berupa gangguan lambung usus, sakit kepala, reaksi alergi kulit, sering berkemih dan kolik ginjal. Juga dapat terbentuk batu urat yang dapat diatasi dengan membuat kemih menjadi alkalis sampai pH 6,5 (dengan natrium sitrat atau bikarbonat). Jarang sekali menimbulkan kelainan darah dan nefritis. Interaksi obat. Toksisitas metotreksat dapat meningkat, hingga dosisnya hendaknya diturunkan. Salisilat di atas 1,5 g/hari dapat mengurangi efeknya, maka jangan digunakan selama terapi. Dosis: oral 2 dd 250 mg d.c. selama 1 Minggu, lalu 2 dd 500 mg, bila perlu berangsur-angsur dinaikkan sampai maksimal 2g sehari. Untuk memperpanjang daya kerja penisilin: 4 dd 500 mg, sebagai ajuvans pada gonore single-dose 1g.
B. OBAT-OBAT ANALGESIK NARKOTIK 
Analgetik narkotik disebut juga opioida (=mirip opiate), adalah obat yang daya kerjanya meniri (mimic) opioid endogen dengan memperpanjang aktivasi dari reseptorreseptor opioid. Analgesik narkotik (narkotik) bekerja terutama pada reseptor opioid khas di sistem saraf pusat, hingga persepsi nyeri dan respons emosional terhadap nyeri berubah (dikurangi). Ada 4 jenis reseptor opioid, yaitu reseptor:  1. μ (Mu), analgesic selektif endorphin, agonis morfin pendudukannya dapat menyebabkan euforia, depresi napas, miosis, penurunan motilitas saluran cerna. 2. κ (kappa): analgesic selektif dinorfin, spinal, agonis pentazosin, pendudukannya menyebabkan ketagihan-sedasi-miosis-depresi napas lebih ringan daripada agonis μ. 3. δ (delta): selektif enkefalin, analgesia sum-sum tulang belakang, efek emosi.  4. σ (sigma): pendudukannya berefek psikotomimetik dandisforia, halusinasi.
Narkotik tidak hanya menekan rangsang nyeri, tetapi juga menekan pernapasan dan batuk dengan bekerja pada pusat pernapasan dan batuk pada medulla di batang otak. Salah satu contoh dari narkotik adalah morfin, yang diisolasi dari opium, merupakan analgesic kuat yang dapat dengan cepat menekan pernapasan. Kodein tidak sekuat morfin, tetapi dapat meredakan nyeri yang ringan sampai sedang dan menekan batuk. Kodein juga dapat diklasifikasikan sebagai penekan batuk (antitussif). Banyak narkotik mempunyai efek anti batuk dan antidiare, selain dari kemampuannya meredakan nyeri. Dalam tubuh terdapat opioid (zat mirip opioid/narkotika) endogen, yaitu enkefalin, endorphin dan dinorfin. Dalam keadaan nyeri opioid endogen menduduki reseptornya untuk mengurangi nyeri. Apabila nyeri tidak tertanggulangi, dibutuhkan opioid eksogen, yaitu analgetik narkotik. Analgetik narkotik bekerja dengan menduduki sisa nosiseptor yang belum diduduki endorphin. Pada penggunaan kronis terjadi stimulasi pembentukan reseptor baru dan penghambatan produksi endorphin di ujung saraf otak. Untuk memperoleh efek analgesic yang sama semua reseptor harus diduduki, untuk itu dosis perlu dinaikkan. Akibatnya terjadilah kebiasaan (toleransi) dan ketagihan (adiksi). Efek faali: secara fisik pendudukan reseptor opioid oleh opoid edogen (enkefalin, endorphin dan dinorfin) bersifat: 1. Analgesia: rangsang listrik pada bag. tertentu otak  pean kadar endorphin  (misalnya, akupuntur cedera hebat, plasebo). 2. Efek endokrin: menstimulasi pelepasan kortikotropin, somatotropin, prolactin,  dan menghambat pelepasan LH dan FSH.  3. Pada hewan: β-endorphin: menekan pernapasan, menurunkan suhu tubuh dan menimbulkan ketagihan.
Penggunaan klinik analgesic opioid (Khasiat):  1. Analgesia: nyeri hebat, misalnya kanker, luka bakar, fraktur, nyeri pasca-bedah.  2. Batuk: sudah berkurang pemakaiannya oleh antitussiv non-narkotik.
3. Medikasi pre-anestetik danmembantu obat anestetikpasien yang nyeri: sifat sedasi, anksiolitik dan analgetik, ES atasi dengan nalokson. 

Efek samping umum opioid: 1. Supresi SSP: sedasi, depresi pernapasan danbatuk, hipotermia, perubahan suasana jiwa (mood), mual-muntah (stimulasi CTZ), dosis tinggi: menurunnya aktivitas mental danmotoris. 2. Saluran cerna: obstipasi, kontraksi sfingter kandung empedu. 3. Saluran urogenital: retensi urin, waktu persalinan diperpanjang. 4. Saluran napas: bronkhokonstriksi (pernapasan lebih dangkal danfrekwensi turun). 5. Sistem sirkulasi: vasodilatasi, hipotensi, bradikardia. 6. Histamine liberator: urticaria dangatal. 7. Kebiasaan: adiksi, bila henti → gejala abstinensi. 

Adiksi: 1. Habituasi, perubahan psikik emosional (efek psikotrop, euforia)  ketagihan. 2. Ketergantungan fisik, kebutuhan morfin karena faal danbiokimia tubuh tidak berfungsi lagi tanpa morfin. Ketergantungan fisik lazimnya lenyap sesudah 2 minggu setelah henti penggunaan obat, ketergantungan psikis sangat erat sehingga pembebasan yang tuntas sukar dicapai. 3. Toleransi, timbul terhadap efek depresi.

Gejala putus obat (abstinensi): menguap, berkeringat hebat, air mata mengalir, tidur gelisah, merasa kedinginan, muntah, diare, takhikardia, midriasis, tremor, kejang otot, reaksi psikis hebat ( gelisah, mudah marah, khawatir mati).
1. Meperidin (Petidin) Salah satu dari narkotik sistetis, UU RI No 22 1997 tentang narkotika memasukkan morfin dan petidin dalam narkotika golongan II. Petidin mempunyai masa kerja yang lebih singkat daripada morfin, dan kekuatannya berbeda-beda tergantung dari dosisnya. Petidin yang dapat diberikan per oral, intramuscular dan intravena, merupakan narkotik yang paling banyak dipakai untuk meredakan nyeri pasca pembedahan. Obat ini tidak memiliki efek antitussif, seperti halnya preparat opium. Obat ini dapat diberikan selama kehamilan, berbeda dengan preparat opium (morfin, kodein), yang tidak dapat diberikan karena ada kemungkinan efek teratogenik. Petidin tidak boleh dipakai bersama-sama alkohol atau hipnotik sedative karena kombinasi obat ini dapat menyebabkan depresi SSP aditif. Tabel 4.1.3.  memuat tentang narkotik, dosis, pemakaian dan pertimbangan pemakaian. Efek samping dan reaksi yang merugikan. Efek samping yang paling penting adalah depresi pernapasan (pernapasan <10 kali/menit), hipotensi orthostatic (turunnya tekanan darah ketika bangun dari posisi berbaring), takikardia (frekwensi denyut jantung di atas 100 denyutan per menit), mengantuk, konstipasi dan retensi urin. Juga kontriksi pupil (sebagai tanda intoksikasi), toleransi dan ketergantungan psikologis dan fisik dapat terjadi pada penggunaan jangka panjang. Peningkatan metabolisme narkotik menyebabkan terjadinya toleransi, sehingga diperlukan dosis yang lebih tinggi. Jika pemakaian kronik dari narkotik dihentikan, gejalagejala putus obat (sindroma abstinensi) biasanya terjadi dalam waktu 24-48 jam setelah pemakaian narkotik terakhir. Sindroma abstinensi disebabkan oleh ketergantungan fisik berupa iritabilitas, diaforesis (berkeringat), gelisah, kedutan otot, serta meningkatnya denyut jantung dan tekanan darah adalah contoh-contoh dari gejala-gejala putus obat. Kontraindikasi. Pemakaian analgesic narkotik adalah kontraindikasi bagi pasien dengan cedera kepala. Narkotik memperlambat pernapasan sehingga mengakibatkan penumpukan karbondioksida (CO2). Dengan bertambahnya retensi CO2 , pembuluh darah berdilatasi (vasodilatasi), terutama pembuluh darah otak, yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan intracranial. Narkotik dimetabolit dalam hati dan diekskresikan melalui urin, maka dikontraindikasikan dengan penderita penyakit hati, ginjal, dan paru-paru yang berat. Bagi orang lanjut usia atau orang yang debil, dosis narkotik biasanya perlu dikurangi.
Tabel 3. Analgesik Narkotika



2. Agonis-antagonis Narkotik Dalam 20 tahun terakhir ini, narkotik campuran agonis-antagonis, yaitu suatu pengobatan di mana narkotik antagonis, seperti nalokson ditambahkan pada narkotik agonis, dikembangkan dengan harapan dapat mengurangi penyalahgunaan narkotik. Nalokson digunakan sebagai antidotum pada overdosis narkotik pasca-operasif atau secara diagnosis sebagai penentu terhadap adiksi (ketagihan, pecandu). Naltrekson adalah derivate nalokson yang bersifat antagonis murni narkotik digunakan sebagai obat anti-ketagihan narkotik. Nalorfin berefek disforia maka digunakan pada overdosis narkotik bila nalokson tidak tersedia. Pentazosin, analgesic narkotik campuran, agonis kuat reseptor K (tidak mengantagonis depresi napas oleh morfin), antagonis lemah reseptor μ. Pentazosin mengalami metabolisme lintas pertama sehingga diberikan dalam bentuk injeksi (IM dan IV). Obat-obat ini memulihkan depresi pernapasan dan SSP akibat narkotik.



Tabel 4. membedakan tempat kerja agonis antagonis opioid pada reseptornya.
3. Program Pengobatan Metadon di seluruh negeri terdapat banyak program pengobatan metadon untuk membantu orang dengan adiksi narkotik untuk melepaskan diri dari heroin atau narkotik yang serupa tanpa mengalami gejala-gejala putus obat. Metadon adalah narkotik, tetapi lebih sedikit mengakibatkan ketergantungan daripada narkotik yang digantikannya. Waktu paruh metadon lebih panjang daripada kebanyakan narkotik sehingga hanya perlu diberikan sekali sehari.  Ada dua jenis program metadon: program pelepasan atau program pemeliharaan. Dalam program pelepasan, orang yang bersangkutan menerima satu dosis metadon untuk dua hari pertama yang kira-kira sama dengan dosis “obat” yang diadiksi. Setelah dua hari, dosis metadon dikurangi 5-10 mg sampai orang tersebut sepenuhnya lepas dari metadon. Dalam program pemeliharaan, orang tersebut diberikan metadon dalam dosis yang sama setiap hari. Dosis tersebut dapat sama atau kurang dari “obat” yang biasa dipakai, tetapi dosisnya tetap sama dari hari ke hari. Penyuluhan kepada klien a. Beritahu klien untuk tidak minum alcohol atau penekan SSP dengan setiap analgesic karena bertambahnya depresi SSP dan pernapasan. b. Anjurkan klien untuk mencari pertolongan professional dalam mengurangi adiksi narkotik. Beritahu klien mengenai pengobatan metadon dan sumber lainnya di daerah saudara. c. Peringati klien bahwa pemakaian narkotik yang terus menerus dapat menimbulkan adiksi.  d. Beritahu klien untuk melaporkan jika mengalami pusing atau sulit bernapas ketika memakai narkotik. Pusing dapat disebabkan oleh hipotensi ortostatik. Nasihatkan klien untuk berjalan dengan hati-hati atau hanya dengan bantuan. e. Beritahu klien untuk melaporkan jika mengalami konstipasi dan retensi urin.

Sumber : Wora, S., 2016, Farmakologi Buku Ajar Farmasi, Kementriak Kesehatan Republik Indonesia : Jakarta.
\Pertanyaan :
1. efek apa yang akan ditimbulkan jika pada saat penggunaan obat morfin terjadi kekurangan atau kelebihan dosis ?
2. Apakah penggunaan analgetik narkotik dalam jangka panjang dapat menyebabkan toksisitas yang berbahaya untuk tubuh?
3. mengapa penggunaan asetaminofen jangka panjang dapat menjadi toksik pada sel hati ?
4. pada keadaan seperti apa kita dpat menggunakan analgetik narkotika?
5. Apakah struktur senyawa dapat mempengaruhi aktivitas obat analgetik?
6. Bagaimana cara mengurangi efek samping dri obat nyeri trsbt ? 
7. reseptor seperti apa yang bisa mengikat obat codein?
8. obat analgetik apa yang cukup aman untuk digunakan oleh ibu hamil/menyusui?
9. disebutkan kalo petidin dapat diberikan per oral, intramuscular dan intravena, nah rute mana yng paling baik? 
10. analgetik seperti apa yang disarankan pada ibu hamil yang mengalami nyeri berat misalnya pascaoperasi?

36 komentar:

  1. 8. contoh analgetik yang aman bagi ibu hamil seperti asam mefenamat dan ibuprofen

    BalasHapus
    Balasan
    1. bisa di jelaskan ga yanti kenapa dua obat tersebut aman ?

      Hapus
    2. Hai Tania sedikit menambahkan untuk jawaban no. 8. Dalam upaya mencegah terjadinya yang tidak diharapkan dari obat-obat yang diberikan selama kehamilan, maka oleh U.S. Food and Drug Administration (FDA-USA) maupun Australia Drug Evaluation Commitee, obat-obat dikategorikan sebagai berikut ( Anonim, 2008):

      1) Kategori A:

      Yang termasuk dalam kategori ini adalah obat-obat yang telah banyak digunakan oleh wanita hamil tanpa disertai kenaikan frekuensi malformasi janin atau pengaruh buruk lainnya. Obat-obat yang termasuk dalam kategori A antara lain adalah parasetamol.

      Hapus
  2. 4. Analgetik narkotik digunakan untuk meredakan nyeri sedang sampai hebat dan nyeri yang bersumber dari organ visera.

    BalasHapus
    Balasan
    1. apakah penggunaan analgetik narkotil tidak menyebabkan ketergantungan ? ?

      Hapus
    2. analgetik narkotik umumnya dapat menyebabkan ketergantungan, hal ini terjadi karena analgetik narkotik dapat bekerja dengan reseptor yang ada di sistem saraf pusat (SSP) dalam waktu yang lama.

      Hapus
    3. terimakasih aisyah, bagaimana cara penghentian obat analgetik narkotika ?

      Hapus
  3. jawaban no 3. Asetaminofen merupakan analgetik yang proses metabolismenya di hati. Pada penggunaan dosis yang berlebih dan dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan terjadinya toksisitas pada organ hati.

    BalasHapus
    Balasan
    1. dapatkah kita memperkecil terjadinya toksisitas pada hati day ? tolong jelaskan bagaimana caranya?

      Hapus
  4. jawaban no 6 , cara mengurangi efek samping dari obat nyeri yg mana nih tan ? wkwkkw
    semisal mengiritasi lambung berarti gunakan yg selektif cox2 , atau menimbulkan mual minumnya setelah makan atau jangan dalam keadaan kosong , atau kalau mau minimal sekali 😂 kurangi konsumsi obat , nyeri dikit minum obat 😂 sebaiknya dihindari

    BalasHapus
    Balasan
    1. berarti obatnya dapat di kombinasi ya soy ? apakah ada cara penggunaan khusus jika mengkonsumsi obat ini dengan kombinasi obat lain ?

      Hapus
  5. saya akan mncoba mnjwab pertanyaan nmr 10
    mnrt artikel yg saya baca utk analgetik pasca oprasi ibu hamil biasa di gunakan ibuprofen 400 mg

    BalasHapus
  6. saya akan mncoba mnjwab pertanyaan nmr 9
    lebih baik scra intravena krn lngsg melalui aliran darah dan menuju target langsung

    BalasHapus
    Balasan
    1. apakah itu tidak berbahaya ana ? mengingat efek yang ditimbulkan langsung ? sehingga efek samping juga langsung terasa?

      Hapus
  7. saya akan mncoba mnjwab pertanyaan nmr 6
    mnrt saya utk mngurangi rasa nyeri ini biasanya istirahat yg ckup, olhrga dan minum air hangat

    BalasHapus
  8. saya akan mncoba mnjwab prtanyaan nmr 1
    tentu jika kelebihan dosis morfin akan overdose hingga mengalami kematian jika kekurangan maka efek terapi tdk trcapai

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya benar, jika dosisnya kurang tentu efek terapi obat tidak akan tercapai, dan jika kelebihan tentu akan menimblkan Efek samping yang fatal bahkan menyebabkan kematian

      Hapus
    2. pada dosis berapakah efekfarmakologi obat tercapai dengan sempurna ?

      Hapus
  9. saya akan menjawab pertanyaan no 2,jika mengkonsumsi obat analgetik dalam jangka panjang dapat menyebab kan overdosis,ketergangtungan dan bahhkan dapat merusak ginjal

    BalasHapus
    Balasan
    1. bagaimana bisa menyebabkan overdosis tami ? sedangkan dalam pengonsumsiannya dokter pasti menyaran kan dosis yang sesuai dan tidak melewati batas dosis maksimum?

      Hapus
    2. Saya membantu menjawab tan.
      Overdosis ini bisa disebabkan karena penggunaan obat oleh pasien nya. Jadi gini, dokter telah memberikan dosis obat yang telah sesuai dan tidak melewati DM. Namun, jika dokter tidak memberikan informasi pemakaian obat tersebut, itu kemungkinan bisa terjadi overdosis. Oleh karena itu, peran apoteker memberikan pelayanan informasi obat (PIO) untuk mencegah hal tersebut terjadi.

      Hapus
  10. 2. iya, selain itu jika telah digunakan dalam jangka panjang dan ketika dihentikan dapat menimbulkan gejala putus obat seperti kegelisahan

    BalasHapus
    Balasan
    1. jadi utuk menghentikan obatnya mesti dilakukan pengurangan dosis secara berkala ?

      Hapus
  11. 3. karena tempat metabolisme dari asetaminofen berlangsung di organ hati, buka begitu tania...

    BalasHapus
    Balasan
    1. dimetabolisme dengan enzime p450 oksidase kah yan ?

      Hapus
  12. 4. anaalgetik narkotik digunakan pada nyeri sedang hingga berat, seperti nyeri setelah operasi, atau nyeri akibat suatu penyakit seperti kanker

    BalasHapus
  13. 7. Ada empat jenis reseptor opioid yang telah diidentifikasi: mu (µ), kappa (ƙ), beta (β), dan sigma(σ). Reseptor µ merupakan reseptor penghambat nyeri paling utama. Selain analgesia, reseptor ƙ juga menyebabkan depresi pernapasan, perasaan euforia, penurunan aktivitas GI, konstriksi pupil, dan timbulnya ketergantungan fisik. Reseptor ƙ dikaitkan dengan beberapa analgesia dan kontriksi pupil, sedasi, serta disforia. Enkefalin bereaksi dengan reseptor β dalam perifer untuk mengatur penghantaran nyeri. Reseptor sigma dapat menyebabkan dilatasi pupil dan bertanggung jawab terhadap timbulnya halusinasi, disforia, dan psikosis yang dapat terjadi akibat penggunaan narkotik.

    untuk reseptor spesifik dari codein saya belum ketemu referensinya. heheheh

    BalasHapus
  14. 9. yang aman dikonsumsi ibu hamil sepeti ibuprofen dan asam mefenamat

    BalasHapus
  15. No.4, sepengetahuan saya, penggunaan analgetik narkotika digunakan untuk mnegatasi nyeri hebat yang tidak dapat ditangani oleh analgetik non narkotika

    BalasHapus
    Balasan
    1. ya saya ingin menambahkan, penggunaannya seperti untuk meredakan nyeri pasca operasi

      Hapus
  16. Nomor 7 yaitu Ada 3 jenis utama reseptor opioid yaitu μ (mu), κ (kappa), dan δ (delta). Ketiga jenis reseptor termasuk pada jenis reseptor yang berpasangan dengan protein G1 dan memiliki subtype : mu1, mu2, Delta1, Delta2, kappa1, kappa2, dan kappa3. Karena suatu opioid dapat berfungsi dengan potensi yang berbeda sebagai suatu agonis, agonis parsial, atau antagonis pada lebih dari satu jenis reseptor atau subtipe reseptor maka senyawa yang tergolong opioid dapat memiliki efek farmakologi yang beragam

    BalasHapus
  17. saya akan mencoba menjawab soal no. 6
    untuk mengurangi efek sampingnya maka obat analgetik harus di konsumsi sesuai dosis dan aturan pakai
    Menurut Puspitasari (2010), cara mengkonsumsi obat analgetik adalah sebagai berikut :
    1. Semua salisilat harus diminum sesudah perut terisi makanan agar mengurangi keasaman lambung. Dalam kondisi kosong, dengan keasaman yang tinggi, ditambah minum analgetik jenis salisilat yang bersifat asam, akan memicu dan memperparah gangguan lambung dan usus.
    2. Parasetamol dan antalgin dianjurkan untuk diminum sebelum perut terisi makanan. Kedua obat ini diserap oleh usus (bukan oleh lambung), sehingga bila obat telah berada dalam lambung yang kosong, begitu ada makanan, obat akan terdorong ke usus, maka proses penyerapan obat akan jauh lebih cepat
    3. Parasetamol dan antalgin sebaiknya diminum dengan air yang tidak bersifat asam (jangan jus atau minuman berkarbonansi) karena akan menghambat penyerapan obat yang telah bereaksi membentuk sedikit garam dengan media asam
    4. Bila penderita tidak memiliki gangguan lambung, dianjurkan minum obat golongan salisilat dengan jus yang asam karena akan mempercepat penyerapan obat oleh lambung, sehingga efek obat lebih cepat.

    BalasHapus

ANTIHISTAMIN

ANTIHISTAMIN HUBUNGAN STRUKTUR AKTIFITAS OBAT ANTIHISTAMIN A. HISTAMIN Adalah senyawa normal yang ada di dalam jaringan tubuh, y...